Tahun Depan Wajib untuk Tiga Kelompok Produk
JawaPos.com – Realisasi target sertifikasi halal sepanjang 2022 jauh dari yang direncanakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat pada 2022 hanya menggelar sidang penetapan halal untuk 105.326 laporan atau usulan pelaku usaha. Berbanding jauh dari target Kementerian Agama (Kemenag) yang mencapai 10 juta sertifikasi halal hingga 2024.
MUI menepis tudingan sebagai biang keladi minimnya sertifikasi halal pada 2022. ”Ironisnya, yang disasar adalah MUI. Dianggap sebagai salah satu faktor penghambat,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh di Jakarta kemarin (9/1).
Dia menegaskan, MUI hanya menyidangkan usulan atau permohonan fatwa halal yang masuk. Lembaga itu tidak bisa asal-asalan menyidangkan permohonan fatwa halal tanpa melalui prosedur yang berlaku. Ketentuan yang berlaku saat ini, pintu masuk permohonan sertifikasi halal ada pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag.
Asrorun mengatakan, jumlah 105.326 laporan tersebut sesuai dengan usulan atau permohonan sertifikasi halal yang masuk. Karena itu, MUI tidak memiliki utang atau tanggungan permohonan sertifikasi halal untuk periode 2022. Tahun ini pihaknya menargetkan mengeluarkan fatwa halal untuk satu juta permohonan pelaku usaha.
Mantan ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu mengakui, kapasitas sidang fatwa halal MUI cukup besar. Dalam satu tahun bisa menghasilkan fatwa halal untuk 5 juta lebih permohonan atau produk. Itu belum termasuk di MUI provinsi sebanyak 30 juta permohonan dan MUI kabupaten/kota sebanyak 72 juta permohonan. Asrorun menegaskan, sidang komisi fatwa untuk menetapkan halal juga bisa digelar di MUI provinsi dan kota/kabupaten.
Untuk itu, dia berharap alur dan ekosistem jaminan produk halal terus diperbaiki. ”Menyelesaikan masalah dari akarnya sehingga tepat sasaran,” tegasnya.
Kemudian, perlu mengoptimalkan sosialisasi kepada pelaku usaha. Yakni, tentang wajibnya sertifikasi halal bagi produk pangan. Selain itu, perlu ada upaya persuasi dari perusahaan-perusahaan kategori besar terlebih dahulu. Bukan sebaliknya, melakukan persuasi kepada pelaku atau produsen usaha yang kecil-kecil dan zero risk.
Asrorun mengatakan, tahun ini BPJPH Kemenag menargetkan satu juta sertifikasi halal. MUI mendukung target tersebut. Dia menegaskan, pada 2022 kapasitas sidang fatwa MUI baru terpakai 20 persen. Selain itu, Asrorun mengatakan, MUI menargetkan proses sidang fatwa berlangsung kurang dari tiga hari.
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan, minimnya sertifikasi halal pada 2022 disebabkan maju mundurnya regulasi tentang halal buatan pemerintah. Menurut dia, regulasi halal di UU 33/2014 Jaminan Produk Halal (JPH) dan Peraturan Pemerintah (PP) 39/2021 tentang Penyelenggara Jaminan Produk Halal sudah berjalan baik. ”Tiba-tiba masuk omnibus law. Dimasukkan halal jadi perizinan. Itu membuat ambyar,” sebutnya.
Perusahaan menilai urusan sertifikasi halal dianggap merepotkan. Ditambah, dalam perkembangannya, Omnibus Law UU Cipta Kerja divonis inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Kondisi itu semakin membuat pelaku usaha skala besar tak lagi bersemangat mengurus sertifikasi halal.
Menurut pengalamannya, dalam kurun 2014–2019, sertifikasi halal berjalan cukup baik. Animo perusahaan begitu tinggi. Apalagi adanya sertifikasi halal bisa meningkatkan omzet mereka. ”Nyatanya, sekarang banyak yang sambat (mengeluh, Red) sulit (saat pendaftaran),’’ ungkapnya. Dia berharap pemerintah, khususnya Kemenag, berbenah sehingga administrasi dan regulasi jaminan produk halal semakin baik.
Sementara itu, Kemenag mengingatkan bahwa tiga kategori produk sudah harus bersertifikat halal pada 2024. ”Ada sanksi bagi yang belum,” kata Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham. Tiga kelompok produk itu adalah makanan dan minuman; produk bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong; serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
Aqil menuturkan, sanksi aturan halal tersebut berjenjang. Mulai peringatan tertulis, denda administrasi, hingga penarikan barang dari peredaran. Aturan sanksi itu tertuang dalam PP 39/2021 yang terbit beberapa waktu lalu.
Credit: Source link