JawaPos.com – Meski dalam suasana pandemi Covid-19, MPR tetap menjalankan amanah UU MD3, yakni mensosialisasikan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam acara itu penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 diberlakukan dengan ketat.
Sosialisasi yang digelar oleh MPR kali ini menggunakan metode pentas seni dan budaya. Bertempat di Balai Desa Sukamanah, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Acara itu dilangsungkan pada Minggu, 12 September 2020. Sosialisasi tersebut disampaikan kepada masyarakat lewat pagelaran wayang golek.
Hadir dalam sosialisasi anggota MPR Fraksi PAN Sarifuddin Suding, Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antarlembaga, dan Layanan Informasi Setjen MPR Budi Muliawan, jajaran aparat pemerintahan di sana, serta ratusan masyarakat.
Kehadiran Sarifuddin Sudding dan Budi Muliawan disambut hangat oleh masyarakat dan jajaran pemeritahan setempat. Mapak Pengagung, demikianlah sambutan Sunda yang biasa diberikan kepada para tamu. Dalam Mapak Pengagung, tokoh Semar, Cepot, dan Dewala, beserta empat gadis penari bergabung dalam bentuk tarian suka cita menyambut para tamu dari MPR. Dalam Mapak Pengagung itulah Kepala Desa Sukamanah, Ismail, secara adat, resmi menyambut kedatangan para tamunya.
Dalam sambutan, Sarifuddin Sudding mengatakan bagaimana 4 Pilar MPR ini bisa ditanamkan kepada masyarakat dengan metode yang lebih menyegarkan dan menggembirakan serta menghibur. “Setelah saya berdiskusi dengan Pak Kepala Desa, akhirnya kita pilih lewat acara seperti malam ini, yakni pentas wayang golek,” ungkapnya. Jadi menurut dia, kegiatan malam itu sudah dirancang jauh-jauh hari dan pastinya juga dibahas pentingnya penerapan protokol kesehatan. “Alhamdulillah malam ini bisa terlaksana,” ujar Sudding dengan tersenyum.
Menurut Sudding, tugas MPR melaksanakan sosialisasi. “Dengan beragam metode,” ungkapnya. Disebutkan metode itu seperti ceramah, seminar, outbound, FGD, kunjungan ke kampus, lewat seni budaya, dan bentuk lainnya.
Dalam suasana yang menurut Sudding memprihatinkan seperti saat ini, pandemi Covid-19, cara yang paling tepat untuk sosialisasi adalah lewat metode seni budaya. “Sebab lebih gampang terima masyarakat ketimbang menggunakan metode lain yang sifatnya satu arah,” tuturnya. Bahkan disebut sosialisasi seperti malam ini bisa meningkat imun dan daya tahan tubuh. “Salah satu yang dapat menangkal Covid-19 ketika daya tahan tubuh kita betul-betul dalam kondisi prima,” ujar Sudding.
Dalam pesan 4 Pilar dikatakan, kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan konsensus atau kesepakatan para pendiri bangsa. Dipaparkan bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan bahasa. Penduduk bangsa ini tersebar di wilayah yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga pulau Rote.
Keragaman yang demikian diakui sangat rentan terjadinya disintegrasi bangsa. Ia bersyukur ketika para pendahulu memberi contoh yang menguatkan persatuan di antara keragaman. “Pada 28 Oktober 1928, para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda,” tuturnya. Hal demikian disebut cita-cita bersatu dalam keberagaman.
Dirinya mengingatkan masyarakat hendaknya betul-betul membangun persatuan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. “Ketika keragaman dikelola dengan baik maka itu merupakan satu kekuatan bangsa ini dalam menghadapi berbagai macam tantangan,” tegasnya. Hal demikian bisa sebaliknya, “ketika kemajemukan tidak dikelola dengan baik maka itu merupakan sumber perpecahan,” ucap Sudding.
Dalam sosialisasi lewat pagelaran wayang kulit, Sudding mengajak kepada semua untuk berdoa agar pandemi cepat berlalu. Berharap bila sudah kembali normal, sosialisasi lewat pagelaran wayang kulit bisa dilakukan lebih sering.
Budi Muliawan yang akrab disapa Wawan dalam sambutan pada malam itu menyebut Sosialisasi 4 Pilar lewat pagelaran wayang golek merupakan salah satu metode untuk menanamkan dan memberi pengertian serta pemahaman Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara, kepada masyarakat. “MPR memilih pagelaran seni budaya sebagai metode sosialisasi 4 Pilar bukan tanpa alasan,” ujar pria alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu.
Disampaikan kepada ratusan orang yang hadir dalam acara itu, sosialisasi dengan metode pagelaran seni budaya juga merupakan salah satu bentuk penerapan Pasal 32 UUD NRI Tahun 1945. Dengan aturan yang ada dalam UUD tersebut, menurut Wawan, negara wajib melestarikan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya.
Dipaparkan pada malam itu masyarakat akan diberikan pemahaman 4 Pilar MPR lewat wayang golek, dengan mengambil kisah atau lakon yang berjudul ‘Kesatria Daerah’, dengan dalang K. Ceceng Arifin. Dijelaskan oleh alumni program Pascasarjana UI itu itu pagelaran wayang golek malam itu adalah selain menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Empat Pilar MPR, juga sebagai bentuk tindakan nyata dalam pelestarian seni dan budaya yang ada di Indonesia. “Melalui wayang golek, mudah-mudahan nilai-nilai luhur bangsa dapat diinternalisasikan kepada masyarakat,” harapnya.
Dalam kesempatan itu, Wawan mengabarkan kepada masyarakat di sana bahwa MPR saat ini masuk dalam lima besar lembaga yang dipercaya oleh masyarakat. “Lima besar lembaga yang dipercaya oleh masyarakat, selain MPR, adalah TNI, Polri, KPK, dan Presiden,” ungkapnya.
Dasar lima lembaga itu dipercaya masyarakat berdasarkan survei yang dilakukan beberapa lembaga survei. “Hal demikian wajib disyukuri”, papar Wawan. Dijelaskan, MPR bisa dipercaya masyarakat sebab MPR dalam pengambilan keputusan selalu mengedepankan musyawarah mufakat dan pola kerja yang bersifat gotong royong. (*)
Credit: Source link