DENPASAR, BALIPOST.com – Mencuatnya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi, ternyata berdampak pada daging babi. Bukan saja daging babi, namun babi hidup juga terdampak.
Terlebih, babi hidup juga dilarang untuk dikirim ke luar daerah. Akibatnya, stok babi hidup cukup melimpah.
Kabid Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kota Denpasar, I Made Ngurah Sugiri, Kamis (1/9) mengatakan, harga daging babi naik setelah adanya African Swine Fever (ASF) beberapa waktu lalu. Dari Rp 60 ribu per kilogram kini menjadi Rp 80 ribu sampai 85 ribu per kilogram. Harga ini masih tetap sampai sekarang.
Namun, Sugiri mengatakan harga babi hidup mengalami penurunan. Hal ini menurutnya membuat peternak babi mengalami kerugian.
Sementara pedagang yang menjual daging babi lebih untung. “Sebetulnya yang menyebabkan harga daging babi stabil karena tekait dengan biaya produksi pemeliharaan babi. Biaya produksi Rp 42 ribu per kilo. Jadi sekarang termasuk rugi peternak. Para pedagang yang menjual daging yang untung,” katanya.
Sementara itu, terkait dengan wabah PMK, sebanyak 63 sapi terjangkit di Denpasar. Seluruhnya langsung dipotong untuk menghindari terjadinya penularan.
Sapi-sapi tersebut pun akan mendapatkan kompensasi dari pemerintah senilai Rp 630 juta. Sugiri mengatakan sapi yang dipotong karena terjangkit PMK ada di Banjar Mergaya, Desa Pemecutan Kelod, Denpasar. Sebanyak 63 sapi yang terjangkit tersebut milik 13 orang peternak.
“Kami sudah mengajukan kompensasi ke pemerintah pusat sebanyak 63 sapi, satu sapi kompensasinya Rp 10 juta,” katanya.
Sugiri mengatakan, bahwa kompensasi tersebut saat ini masih menunggu pencairan di pusat. Sebab, dana kompensasi tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). (Asmara Putera/balipost)
Credit: Source link