Keluarga muslim Rohingnya, Myanmar
Jakarta – Tokoh Myanmar Aung San Suu Kyi dinilai tidak pantas menerima nobel perdamaian dunia. Sebab, San Suu Kyi turut membiarkan kebrutalan militer Myanmar terkait pembantaian terhadap warga muslim Rohingya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, San Suu Kyi tidak mampu berbuat banyak atas pembantaian tersebut. Menurutnya, San Suu Kyi sebagai produk dari sistem feodal.
“Dia itu produk sistem feodal, anak dari perdana menteri pertama (Myanmar), anak pendiri negara,” kata Jimly, di Jakarta, Jumat (1/9).
Padahal, kata Jimly, Suu Kyi menerima Nobel Perdamaian karena perjuangan anti-kekerasan untuk demokrasi dan hak asasi manusia. “Dia tak memperjuangkan nilai kemanusiaan, tapi hanya memperjuangkan dirinya sendiri,” tegasnya.
Tokoh Myanmar, Aung San Suu Kyi mendapat nobel perdamaian dari Oslo Norwegia. Namun, peraih nobel perdamaian itu dianggap tidak mampu membendung tindakan brutal militer Myanmar. Bahkan, San Suu Kyi seolah tutup mata atas pembantaian tersebut.
Diketahui, kekerasan terbaru oleh militer Myanmar terhadap komunitas Muslim Rohingya di Rakhine kembali terjadi. Kali ini, warga sipil Rohingya jadi korban kebrutalan tentara Myanmar setelah kelompok militan di Rakhine menyerang pos-pos polisi perbatasan yang menewaskan 12 personel polisi pada Kamis malam pekan lalu.
Serangan itu direspons dengan operasi militer yang menewaskan ratusan orang, termasuk warga sipil. Dimana, tentara Myanmar membakar rumah-rumah warga dan menembaki setiap objek bergerak secara membabi buta, termasuk bayi yang tak bersalah. Ribuan warga Muslim Rohingya terpaksa melarikan diri ke Bangladesh.
TAGS : Rohingya Myanmar DPR Kejahatan Kemanusiaan
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/21101/Tokoh-Myanmar-San-Suu-Kyi-Produk-Sistem-Feodal/