JawaPos.com – Perdebatan mengenai sistem pemilu terbuka dan tertutup masih menjadi perdebatan. Apalagi kedua sistem tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah dengan tegas menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Menurutnya, sistem proporsional terbuka yang dipakai dalam beberapa pemilu terakhir sudah tepat.
“Sistem demokrasi langsung memilih orang itu sudah benar. Itu auratnya demokrasi. Aurat itu harus dijaga, jangan malah yang tidak penting ditutup,” ujar Fahri dalam diskusi Moya Institute bertajuk ‘Pemilu Proporsional Tertutup: Kontroversi’, Sabtu (21/1).
Fahri beranggapan, bila Pemilu 2024 Indonesia kembali menerapkan sistem proporsional tertutup, maka akuntabilitas politik akan rusak. Sebab transaksi politik antara rakyat dan pemimpin harus dilakukan secara langsung, tidak melalui perantara partai politik.
“Mandataris hanya bisa muncul kalau pemberi dan penerimanya bisa saling berhubungan langsung,” imbuhnya.
Sementara itu, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Chudry Sitompul mengatakan, pasal-pasal konstitusi tidak banyak menyinggung mengenai pemilu, sehingga muncul kesan persoalan tersebut dilepaskan kepada parlemen dan undang-undang. Sehingga pemilu terkesan hanya berkaitan erat dengan kepentingan partai politik.
“Sebenarnya UUD 1945 tidak juga nenyentuh partai politik. Tetapi dalam ilmu politik dan praktiknya, nyatanya partai politik itu penting,” ujar Chudry.
Chudry berpendapat, untuk memperkuat demokrasi dan sistem kepartaian, maka sistem pemilihan proporsional tertutup adalah yang terbaik. Meski begitu, dia menyarankan agar istilah sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu tertutup diubah. Sebab kenyataannya, yang terbuka atau tertutup selama ini bukanlah sistem pemilunya, melainkan mekanisme yang terjadi di dalam partai politik.
Editor : Bintang Pradewo
Reporter : Sabik Aji Taufan
Credit: Source link