Turunnya “Positivity Rate” Harus Dipertahankan, Sejumlah Provinsi Masih Perlu Waspada

by

in
Prof. Wiku Adisasmito. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam kurun waktu 2 minggu terakhir, tren penurunan kasus COVID-19 baru terlihat mulai terjadi secara nasional. Ini, jika dibandingkan dengan minggu sebelumnya yang merupakan puncak dari penambahan kasus COVID-19 secara nasional dengan menyentuh angka 56.757 orang pada 15 Juli 2021. Namun, masyarakat tidak boleh lengah dalam disiplin protokol kesehatan (prokes) karena kasus COVID-19 baru masih terus dilaporkan.

Menurut Juru Bicara Penanganan COVID-19 Nasional, Prof. Wiku Adisasmito, dalam keterangan pers yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia, Selasa (3/8) dipantau dari Denpasar, terdapat penurunan dari 350.273 kasus menjadi 289.029 kasus, hingga turun menjadi 273.891 kasus. Hal ini sejalan dengan angka positivity rate mingguan yang juga menurun dalam kurun waktu yang sama.

Ia menyebutkan sebelumnya angka tertinggi mencapai 30,72 persen menjadi 27,38 persen dan selanjutnya menjadi 25,18 persen. Dan melihat 34 provinsi, ada 8 penurunan kasus positif dalam 2 minggu berturut-turut. Kedelapannya ialah Kepulauan Riau, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Maluku dan Maluku Utara.

“Ini adalah pencapaian positif yang harus terus dipertahankan. Karena hal ini menunjukkan penurunan penularan di tengah-tengah masyarakat,” jelasnya.

Namun, ia meminta sejumlah provinsi untuk waspada. Sebab, mengalami kenaikan kasus dalam 3 minggu berturut-turut. Provinsi-provinsi tersebut didominasi Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Untuk Pulau Sumatera, hampir semua provinsinya menunjukkan kenaikan kasus kecuali Kepulauan Riau. Di Kalimantan, seluruh provinsinya menunjukkan kenaikan kasus dalam 3 minggu berturut-turut. Khusus Kalimantan Barat, sempat mengalami penurunan kasus.

Sementara di Pulau Sulawesi seluruh provinsinya menunjukkan kenaikan kasus dalam 3 minggu. Kecuali, Sulawesi Tenggara dam Gorontalo yang sempat mengalami penurunan. Sedangkan di Pulau Jawa masih ada DI Yogyakarta yang menunjukkan kenaikan kasus selama 2 minggu terakhir.

“Kenaikan kasus yang belum dapat ditekan perlu menjadi perhatian bersama. Dikarenakan, pemerintah daerah dan masyarakatnya lengah dan menganggap daerahnya baik-baik saja hanya karena tidak menerapkan PPKM Level 4,” lanjutnya.

Ia pun memohon agar pemerintah daerah dan masyarakat mempersiapkan diri jika ada potensi kenaikan kasus. Fasilitas pelayanan kesehatan juga harus segera mengantisipasi dan kesiapan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di daerahnya masing-masing. “Pastikan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan mencukupi dengan mengkonversi tempat tidur rumah sakit pasien COVID-19 atau membuka tempat isolasi terpusat jika dibutuhkan. Pastikan juga suplai oksigen dan obat-obatan tercukupi dan terdistribusi dengan baik. Juga, peran posko desa/kelurahan agar diperkuat untuk pengawasan dan pelaporan terhadap kepatuhan protokol kesehatan dapat ditingkatkan,” tegasnya.

Wiku pun meminta agar pemerintah daerah yang masih mengalami kenaikan kasus, untuk belajar dari provinsi yang sudah mengalami perbaikan. Pemerintah daerah harus lakukan koordinasi berkala dengan seluruh unsur pemerintah daerah, dan evaluasi progres perkembangan kasus dan membatasi mobilitas di wilayahnya masing-masing jika dibutuhkan.

“Provinsi yang sudah baik untuk mempertahankan. Jangan terlena dan tetap waspada. Karena kasus harian masih di atas 30 ribu yang perlu ditekan. Seperti pembelajaran pada kenaikan kenaikan kasus yang lalu bahwa dampak dari kebijakan akan terlihat di minggu ketiga dan bertahan selama 6 minggu ke depan,” urainya.

Wiku yang Ketua Dewan Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Nasional ini mengingatkan bahwa dalam penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia, kebijakan pemerintah bertumpu pada 3 pilar utama yaitu protokol kesehatan 3M (Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan), upaya 3T ( testing, tracing dan treatment ) serta program vaksinasi. Dan ini diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan yang bersifat dinamis dan adaptif menyesuaikan perkembangan pandemi COVID-19. (Diah Dewi/balipost)

Credit: Source link