JawaPos.com – Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja telah diteken resmi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (2/11) malam. Undang-Undang sapu jagat tersebut kini sudah bernomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pakar hukum Abdul Fickar Hadjar menili, meski Undang-Undang Cipta Kerja tidak diberi nomor, maka dalam waktu 30 hari setelah paripurna DPR RI akan secara otomatis berlaku. Dia memandang, UU tersebut dapat sah dengan sendirinya.
“Artinya apa? secara yuridis tanda tangan Presiden tidak mempengaruhi berlaku atau tidaknya UU yang sudah disahkan, hanya sah jika tidak ditandatangani ada implikasi politisnya,” kata Fickar kepada JawaPos.com, Selasa (3/11).
Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja merupakan usulan Presiden Jokowi, sambung Fickar, karena itu, merupakan hal aneh jika Presiden tidak menandatangani Undang-Undang yang menuai pro dan kontra tersebut.
Fickar pun memandang, Presiden sama sekali tidak merespon pernyataan publik terkait masifnya penolakan UU Cipta Kerja. Sebab, jika Presiden memang punya pikiran dan tindakan yang demokratis, maka tidak akan membiarkan begitu saja aspirasi masyarakat, mahasiswa, pekerja dan lain-lain yabg berdemonstrasi setiap hari menuntut dibatalkannya Omnibus Law Cipta Kerja itu.
“Tapi Presiden keukeuh (ngotot) tidak mau membatalkan,” cetus Fickar.
Menurut Fickar, Jokowi seperti tidak mau mendengarkan masifnya pernyataan publik terkait penolakan UU Cipta Kerja. Hal ini pun terjadi dengan beberapa Undang-Undang diantaranya revisi UU KPK, UU Minerba dan revisi UU MK yang banyak mendapat penolakan.
“Kita meragukan komitnen Presiden terhadap demokrasi. Seharusnya presiden meresponnya dengan mengeluarkan Perppu, apakah untuk membatalkan ataukah menunda keberlakuannya 2-3 tahun sambil diperbaiki isinya agar sesuai dengan aspirasi dan tidak cenderung merugikan bangsa Indonesia,” tegas Fickar.
Argumentasi Presiden, sambung Fickar, hanya menyusul masyarakat menggugat Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang yang banyak mendapat penolakan untuk dilakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, jika dibawa ke MK hal ini pun dipandang akan sia-sia.
“Sarannya untuk membawa ke MK itu sudah sebuah tindakan yang tidak logis meski secara yuridis sah, argumennya UU MK baru saja direvisi yang memperpanjang usia pensiun para Hakimnya, artinya apa? Meski secara politis yuridis sah sah saja, tetapi ini sebuah tindakan yang tidak etis, seharusnya perubahan itu dilakukan tidak hari ini, ini pasti akan berpengaruh pd independensi MK apalagi UU yang banyak resistensi dibawa ke MK,” pungkas Fickar.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. UU tersebut diberi nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono membenarkan bahwa kepala negara Jokowi telah meneken UU tersebut.
“Sudah (sudah diteken Presiden Jokowi-Red),” ujar Dini kepada wartawan, Selasa (3/11).
Naskah UU dengan haman 1.187 tersebut juga sudah bisa diakses oleh publik. Masyarakat bisa mengunduh naskah tersebut di setneg.go.id.
Editor : Dimas Ryandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link