JawaPos.com – Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mendukung adanya penambahan vaksin baru jenis Zifivax dalam rangka mensukseskan target vaksinasi nasional yang ditetapkan pemerintah. Di mana target pemerintah sampai dengan akhir tahun berjumlah 208.265.720 sasaran.
Hal itu sejalan dengan mandat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mensukseskan vaksinasi, yakni dengan mempercepat distribusi dan proses vaksinasi, khususnya ke wilayah yang aksesnya sulit demi mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity. Merujuk laman vaksin.kemkes.go.id, Selasa (26/10), tercatat 114.347.101 orang atau 54.90 persen dari jumlah sasaran telah melakukan vaksinasi tahap pertama.
“Dengan adanya vaksin (Zifivax-Red) ini, paling tidak bisa membantu percepatan target pemerintah, kedua memberikan pemahaman bahwa Covid-19 ini memang berbahaya dan wajib bagi kita bergotong-royong menghadapinya. Kemudian menyadarkan publik bahwa dengan adanya vaksin sesungguhnya penyebaran Covid-19 itu bisa dikendalikan,” ujar Trubus kepada wartawan, Selasa (26/10).
Trubus menuturkan, vaksinasi yang digalakkan pemerintah bisa dibilang berhasil dan diterima masyarakat. Namun demikian, Trubus juga meyakini masih ada sebagian masyarakat yang resisten terhadap vaksin seperti halnya resisten terhadap Covid-19 itu sendiri. Secara umum ada tiga pola terkait persepsi masyarakat terhadap vaksinasi Covid-19.
Pertama, kata Trubus, masyarakat yang memandang Covid-19 itu berbahaya, menakutkan dan mematikan, sehingga mereka patuh terhadap apa yang disampaikan pemerintah soal protokol kesehatan. Kedua, masyarakat kategori tidak patuh atau emang gue pikirin (EGP) atau masa bodoh. Pada kelompok ini, banyak yang tegas-tegas menolak keberadaan Covid-19.
“Itu masih ada di masyarakat kita. Ketiga, swing voter, mereka yang ragu-ragu antara ada dan tidak ada Covid-19. Kelompok ini mengikuti kemana angin berlalu, kemana angin mengarah. terkait vaksin ini juga demikian, mereka menolak karena beranggapan menyangkut bahannya yang non halal,” jelasnya.
“Mereka menganggap bahwa itu harus ditolak, karena bahannya dikhawatirkan misalnya babi dan binatang haram lainnya. Bisa juga khawatir karena vaksinnya itu dari negara-negara yang menghalalkan babi dan seterusnya,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengaku bahwa vaksin Zifivax yang diproduksi oleh salah satu perusahaan negeri Tiongkok halal dan suci. Hal ini setelah melewati berbagai rangkaian proses pengkajian vaksin.
Hal tersebut telah ditetapkan oleh pihaknya melalui Fatwa MUI Nomor 53 Tahun 2021 tentang produk vaksin Covid-19 dari Anhui China. Selama melakukan pengkajian dari aspek teknis dan syar’i, vaksin yang diproduksi oleh pihak Anhui Zhifei Longchom Biopharmaceutical tersebut tidak ditemukan penggunaan material yang bersifat haram atau najis.
Sementara, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin Zifivax, Kamis 7 Oktober 2021. Kepala BPOM Penny K. Lukito menuturkan efikasi vaksin Zifivax dapat mencapai 81,71 persen bila dihitung mulai tujuh hari setelah mendapatkan vaksinasi lengkap dan dapat mencapai 81,4 persen apabila dihitung sejak 14 hari setelah mendapatkan vaksinasi lengkap tiga dosis.
Editor : Kuswandi
Reporter : Gunawan Wibisono
Credit: Source link