Bunda, pernah melihat anak asyik ngomong sendiri (self talk)? Misalnya, tiba-tiba anak seru sekali ngomong sama boneka atau action figure-nya. Nah, parents, kira-kira normal tidak ya? Apa jangan-jangan anak mengidap masalah serius?
—
PRINCIPAL child psychologist Tentang Anak Grace Eugenia Sameve mengatakan, self talk adalah ketika anak berbicara sendiri, saat sedang mencoba memecahkan masalah atau mencari cara memanipulasi sebuah benda. Misalnya mainan. Tak jarang, anak juga akan terlihat berbicara “sendiri” dengan benda lain. Seperti dengan boneka atau action figure saat bermain pura-pura.
Biasanya self talk mulai sering ditunjukkan ketika anak usia 2 tahun, saat jumlah kosakata yang diketahui mulai banyak. Grace menjelaskan bahwa self talk biasanya dilakukan saat anak menghadapi situasi yang menantang atau sulit. “Di situasi menantang, self talk dapat membantu anak meyakinkan diri sendiri, mengelola emosi dan menenangkan diri, mencari solusi atau membuat keputusan,” paparnya.
Sebetulnya, lanjut Grace, self talk tak jarang mulai muncul ketika anak berusia di bawah 1 tahun. Atau biasa disebut crib talk. Biasanya bayi sudah mulai mengeluarkan suara-suara sendiri. Seperti “aaaaa” atau “uuuuuu” saat diletakkan di tempat tidur bayi dalam kondisi terjaga.
Lantas, self talk bisa berlanjut hingga anak usia berapa ya? Grace mengungkapkan, umumnya self talk akan mulai “hilang” ketika anak kelas II atau III SD. Di sini definisi “hilang” bukan berarti benar-benar sirna. Umumnya, di usia tersebut, self talk mulai bertransisi menjadi inner speech (berbicara dengan diri sendiri di dalam hati).
Di saat yang sama, ada beberapa momen anak akan tetap self talk. Nyatanya, bukan hanya anak, tak jarang parents juga secara sadar atau tidak, sesekali akan berbicara dengan diri sendiri juga kan ya? Hehe.
Meski wajar, mom-dad tetap perlu memperhatikan konten self talk anak. Misalnya jika parents menemukan konten self talk anak yang tidak berarti, seperti pengulangan suku kata yang acak, tidak sesuai dengan konteks, atau yang tidak membangun dan negatif. Misalnya, “Aku bodoh” atau “Aku tidak mungkin bisa”, maka parents harus bertindak.
Parents juga perlu lebih waspada apabila frekuensi self talk-nya justru meningkat, bahkan hingga mengganggu atau membatasi interaksi sosial, seiring dengan bertambahnya usia anak. Karena itu, sebelum berasumsi langsung bahwa anak self talk karena merasa kesepian, Grace menyarankan parents untuk mencari tahu lebih lanjut dulu tujuan dan konten dari self talk anak.
Apabila parents khawatir atau tidak yakin dengan penilaian sendiri, Grace merekomendasikan untuk berkonsultasi ke ahli. Terutama apabila konten self talk anak mengarah ke negatif dan berlanjut hingga usia anak bertambah. “Misalnya ditentang anak, bisa tanya ahli by apps juga,” tuturnya.
ANAK SELF TALK, BAGAIMANA SIKAP PARENTS?
1. Dilihat dulu usia anak.
2. Perhatikan konten. Jangan buru-buru negative thinking.
3. Kalau konteks dan kontennya aman, biarkan saja dulu. Nggak apa-apa kok, Mom.
4. Jika masih worries, tenang. Parents bisa berkonsultasi kepada ahlinya. Misalnya konsultasi by apps atau call.
APA YANG PERLU DIHINDARI?
1. Jangan bilang aneh.
2. Jangan bilang malu-maluin di depan umum. Anak bisa lebih shock.
3. Hindari melabeli anak seperti bodoh atau jelek. Dikhawatirkan, anak akan mengadopsi kata-kata itu saat self talk.
Berbagai sumber diolah
*) GRACE EUGENIA SAMEVE, Principal Child Psychologist Tentang Anak
Credit: Source link