JawaPos.com – Pelecehan atau kekerasan seksual tidak hanya terjadi oleh orang yang sama sekali tak dikenal korban. Risiko tersebut juga rawan terjadi pada sepasang kekasih yang memiliki hubungan khusus atau biasa disebut pacaran.
Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah menyatakan, pacaran termasuk relasi yang berisiko. Hubungan tersebut kerap dimanfaatkan oknum untuk kepentingan aktivitas seks. Dan, jika itu terjadi, biasanya yang cenderung dirugikan adalah perempuan. ”Dijanjikan mau kawin, dijanjikan mau dinikahi (saat merayu, Red),” ujarnya. Faktanya, tidak sedikit yang justru ditinggalkan.
Dari hasil pengamatannya, hubungan orang yang berpacaran cenderung melahirkan relasi yang tidak seimbang. Biasanya, laki-laki lebih dominan dalam memaksakan kehendaknya. Dalam kultur masyarakat patriarki, laki-laki kerap merasa lebih berwenang. ”Ketika terjadi relasi kuasa yang timpang, (perempuan, Red) tidak berani mengatakan tidak,” ungkapnya.
Belum lagi, permintaan tersebut kerap diikuti dengan ancaman, rayuan secara terus-menerus, perilaku yang tidak nyaman, bahkan mengungkit-ungkit pemberian materi. ”Apalagi, kalau itu terjadi di hubungan yang sudah toxic. Susah untuk menghindari relasi yang tidak sehat,” kata jebolan Universitas Western Sydney tersebut.
Lantas, apakah aktivitas seksual dalam pacaran bisa dijerat hukuman? Alim menyebutkan, secara normatif, bisa. Namun, seperti kasus lainnya, pemidanaannya tidak mudah. Selain ada problem dalam regulasi, ada faktor lain.
Pada umumnya, korban memilih untuk diam. Itu disebabkan faktor psikososial dan pengetahuan yang lemah. Mereka jarang melaporkan kasus pelecehan yang dialaminya karena rendahnya pengetahuan tentang perilaku yang dikategorikan sebagai pelecehan seksual.
Credit: Source link