JAKARTA, KRJOGJA.com – Sistem ekonomi yang eksploitatif dan merusak lingkungan yang berdampak pada perubahan iklim, efek rumah kaca serta pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, sudah tak lagi relevan.
Beberapa negara kini mengubah haluannya ke ekonomi hijau atau green economy yang dinilai menjadi solusi dari sistem ekonomi reguler-konvensional yang selama ini dinilai cenderung merusak lingkungan.
Mengutip halaman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, ekonomi hijau diartikan sebagai suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan.
Dengan demikian, konsep ekonomi hijau ini dapat juga diartikan perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi karbondioksida terhadap lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.
Perbedaan ekonomi hijau dibanding gagasan ekonomi lainnya adalah penilaian langsung kepada modal alami dan jasa ekologis sebagai nilai ekonomi dan akuntansi biaya di mana biaya yang diwujudkan ke masyarakat dapat ditelusuri kembali dan dihitung sebagai kewajiban, kesatuan yang tidak membahayakan atau mengabaikan aset.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan rencana ekonomi hijau sebagai salah satu strategi utama transformasi ekonomi dalam jangka menengah panjang. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19, serta mendorong terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Salah satu bentuk ekonomi hijau yang akan dikerjakan adalah implementasi kebijakan harga karbon dalam bentuk carbon cap and trade, serta skema pajak karbon pada tahun 2023 mendatang.
Salah satu unsur dari ekonomi hijau merupakan efisiensi sumber daya yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan yang lebih baik sambil mengurangi penggunaan sumber daya dan emisi.
Efisiensi sumber daya tersebut adalah berkaitan dengan penggunaan sumber daya dan manfaat yang diperoleh darinya, meliputi efisiensi bahan, efisiensi energi, efisiensi biaya dan pengurangan dampak negatif lingkungan.
Oleh karenanya, muncul istilah ekonomi sirkular. Low Carbon Development Indonesia menyampaikan ekonomi sirkular merupakan model yang berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada agar dapat dipakai selama mungkin.
Prinsip dari ekonomi sirkular itu sendiri oleh sejumlah pihak disebutkan mencakup pengurangan limbah dan polusi, menjaga produk dan material terpakai selama mungkin, dan meregenerasi sistem alam. Dengan kata lain, konsep ekonomi sirkular adalah mencapai lebih banyak dengan menggunakan lebih sedikit.
Ekonomi sirkular tidak hanya dapat membantu menghindari kehilangan pangan dan limbah makanan, misalnya dengan memperpendek rantai pasok, tetapi juga dapat membantu memanfaatkan kehilangan pangan dan limbah makanan untuk tujuan yang lebih produktif, seperti pembuatan kompos dan biogas.
Rantai nilai yang lebih terlokalisasi dan agrikultur regeneratif juga dapat menyebabkan peningkatan keanekaragaman hayati pertanian.
Berbagai penjelasan tersebut juga dapat menimbulkan sebuah pertanyaan, manakah yang lebih baik, ekonomi hijau atau ekonomi sirkular?
Sebenarnya, baik ekonomi hijau dan ekonomi sirkular memiliki tujuan yang sama yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus memenuhi tujuan sosial dan lingkungan. Namun, keduanya memiliki fokus yang berbeda.
Lembaga Waste4Change menyebut ekonomi hijau berfokus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi untuk tetap memperhatikan ketersediaan sumber daya alam yang ada serta keseimbangan ekologi agar berkelanjutan.
Sedangkan, ekonomi sirkular lebih berfokus pada optimalisasi penggunaan sumber daya, seperti memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan, sehingga mengubah pola produksi dan konsumsi seperti penggunaan dan pembuangan menjadi pola melingkar.
Credit: Source link