Tanda Depresi Bisa Muncul sejak Usia 5 Tahun

Tanda Depresi Bisa Muncul sejak Usia 5 Tahun

Penting bagi orang tua mengetahui kondisi fisik, karakter, kebiasaan, dan cara anak merespons lingkungannya. Tak lupa, menjadi pendengar yang baik bagi anak. Semua itu bisa menjadi modal bagi ortu untuk mengenali gejala awal depresi atau gangguan mental lainnya.

KETIKA anak mengalami masalah mental, pasti ada respons atau perilaku yang tidak seperti biasanya. ”Misalnya, anak yang ceria tiba-tiba pendiam, tadinya suka makan tiba-tiba mogok makan, menghindari tempat atau aktivitas yang disukai, sulit tidur, berat badan turun drastis, sakit perut, atau badan panas tanpa sebab,” ujar Cindy Adhianty Tupan SPsi MPsi Psikolog.

Tidak semua gejala tampak. Namun, jika anak mengalami beberapa gejala tersebut selama beberapa hari, ortu patut curiga. Perilaku dan kondisi yang menyerupai depresi belum tentu depresi. Yang perlu dilakukan adalah temani dan ajak anak mengobrol.

”Jika gejala tersebut muncul selama dua minggu berturut-turut, konsultasikan dengan profesional. Bila anak hanya menunjukkan keluhan fisik, segera ke dokter. Bila ada keluhan emosi, silakan ke psikolog anak,” tutur psikolog di Sanodoc Clinic tersebut.

Anak perlu mendapat pemeriksaan yang komprehensif sebelum penegakan diagnosis gangguan mental. Jika telah memiliki diagnosis, lanjutnya, ortu perlu berkonsultasi lebih lanjut terkait dengan latar belakang penyebab dan treatment yang sesuai.

”Sebagian besar orang dengan depresi didiagnosis saat berusia sekitar 26 tahun, tapi sebenarnya menunjukkan gejala jauh sebelumnya. Anak dan remaja dapat mengalami depresi sejak berusia 5 tahun,” jelas Cindy.

Umumnya, depresi disebabkan peristiwa traumatis, perlakuan orang tua atau keluarga, gangguan kesehatan, lingkungan pertemanan, atau secara genetik rentan gangguan mental.

Respons ortu akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif dan emosional anak. Bila disudutkan, anak bisa merasa tidak berharga.

”Ketika ortu dan keluarga mencintai anak tanpa syarat, memberi dukungan emosional di situasi sulit, dia dapat tumbuh menjadi pribadi yang teguh, mandiri, dan memiliki self-esteem yang baik,” tandasnya.

Mona dan Indra Berupaya Menjadi ”Rumah” Terbaik

PERTENGAHAN tahun lalu, anak sulung Mona Ratuliu dan Indra Brasco, Mima Shafa, sempat mengalami depresi. Bahkan sampai dilarikan ke rumah sakit. Mona dan Indra menyebut bahwa kesehatan mental putrinya itu memang bermasalah sejak kecil. Namun, kini kondisi Mima semakin stabil. ”Alhamdulillah, udah bagus banget kondisinya karena pertolongannya juga cepat,” tutur Mona.

Presenter dan pesinetron itu memaparkan, Mima sudah kembali beraktivitas normal. Hanya, perempuan 19 tahun tersebut masih harus menjalani pengobatan rutin. ”Setiap bulan ke psikolog dan psikiater. Masih dipantau,” ujarnya.

Mima juga mengonsumsi obat sesuai dengan diagnosis. Terlepas dari itu, dia diyakini sudah bisa menerima sekaligus berdamai dengan kondisinya. Mima berani terbuka dan menceritakan kegelisahannya kepada keluarga. Juga, mampu mengatasi kondisinya jika dalam keadaan tidak baik. ”Mima udah tahu bagaimana mengontrol dirinya. Stres dikit, dia menghindar. Terus, sharing ke kami,” jelas Indra.

Hal itu pula yang mendorong Mima memilih berkuliah di jurusan psikologi. Mima juga kerap menjadi pembicara di acara yang membahas isu kesehatan mental.

Indra dan Mona berbesar hati menerima kondisi sang putri. ”Kami sebagai orang tua mesti legawa. Anak-anak punya jalan hidup sendiri. Kalau dibikin begini begitu, dia makin stres,” tutur Mona.

Yang menjadi fokus mereka sekarang adalah menjadi ”rumah” terbaik bagi anak-anaknya dan tidak memaksa menceritakan sesuatu yang memang tidak diinginkan. ”Biar dia nyaman cerita sama kami. Aku pun selalu bilang, kalau ada apa-apa cerita, kalau nggak mau nggak apa-apa. Kalau lagi ngerasa nggak oke, bisa tidur di kamar Bunda atau minta ditemani,” tandas Mona.

AMATI BEBERAPA TANDA BERIKUT

• Suasana hati cenderung sedih, murung, dan mudah tersinggung

• Penurunan minat untuk bersenang-senang

• Penurunan harga diri

• Gangguan tidur

• Menarik diri dari lingkungan sosial

• Prestasi belajar yang terganggu

Mendampingi Anak dengan Diagnosis Gangguan Mental

• Perbanyak quality time agar anak merasa didukung, diterima, dan disayangi. Beri pelukan. Hadir secara utuh, tinggalkan gadget saat quality time dengan anak.

• Ajak mengobrol dengan topik yang terkait keseharian anak. Berikan reaksi netral jika anak menceritakan hal yang tak sesuai dengan harapan atau mengagetkan.

• Jadilah pendengar yang baik ketika anak bercerita.

• Saat anak merasa kesulitan, jangan anggap remeh. Tunjukkan empati bahwa hal yang dihadapi memang sulit dan ortu mendampingi anak mengatasinya.


Credit: Source link

Related Articles