JawaPos.com – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi menegaskan bahwa secara prinsip Serikat Pekerja mendukung upaya pemerintah melakukan debirokratisasi, mempermudah ijin investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan membuka lapangan kerja. Namun semua langkah itu jangan sampai mengabaikan perlindungan dan kesejahteraan buruh di Indonesia.
Menurutnya, Klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta kerja terdapat di Bab IV, Pasal 88, 89, 90, 91, itu ada yang menghapus dan menambahi, tiga Undang-undang yang berlaku, yaitu UU Ketenagakerjaan, UU BPJS dan UU SJSN.
“Ada yang dihapus, tapi muncul di pasal lain yang kalau tidak dibaca teliti seolah sudah dihapus di RUU Cipta Kerja, seperti larangan pengusaha membayar upah minimum itu masih ada di pasal lain,” ujarnya dalam acara diskusi, Sabtu (12/9).
Ristadi menuturkan, banyak yang tak membaca utuh dan komprehensif postur RUU Cipta Kerja Klaster ketenagakerjaan. Selain itu menjadi tidak obyektif ketika ada sentimen politik. Menurutnya ada hal-hal baru dalam RUU Cipta Kerja, belum diatur Undang-undang sebelumnya, dan cukup positif namun kurang terekspos.
Pertama, akan diberikannya kompensasi kepada pekerja kontrak yang di PHK dalam masa kerja minimal satu tahun. Kedua, akan diatur soal jaminan kehilangan pekerjaan yang dalam UU BPJS itu tidak ada. Ketiga, ada pengaturan tentang penghargaan lainnya yang akan diberikan pada pekerja yang masih aktif bekerja dalam rentang masa kerja minimal 3-6 tahun mendapat satu bulan gaji, masa kerja 6-9 tahun mendapat dua bulan gaji, dan seterusnya kelipatan 3 tahun.
“Itu kurang terekspos mungkin dianggap kurang menarik, lebih tertarik pada isi yang menghantam pemerintah seperti indikasi pesangon hilang, PHK dipermudah dan lain sebagainya,” tuturnya.
Meski demikian Ristadi juga mengaku, masih ada hal yang dianggap rekan-rekan buruh berpotensi merugikan pekerja seperti tentang penurunan nilai pesangon, dari batas sepuluh tahun menjadi delapan tahun, ada penurunan satu bulan gaji.
“Kemudian secara menyeluruh belum diatur bagaimana kalau perusahaan pailit, bangkrut itu bagaimana penyelesaian ya, hanya disebutkan akan diatur dalam peraturan pemerintah,” jelasnya.
Ristadi juga menjelaskan fakta ketenagakerjaan di Indonesia saat ini. Dari hasil survei KSPN pertengahan 2019 di 23 kabupaten kota Industri besar, di enam provinsi di Jawa. Pihaknya mengambil responden yang tidak berserikat.
“Dari 1000 responden hanya 6 orang yang statusnya pekerja tetap, sementara 994 pekerja kontrak dengan masa kontrak rata-rata diatas lima tahun. Ada 692 yang mendapat upah di bawah upah minimum. Namun yang cukup bagus ada 768 sudah ikut Jamsostek, ” paparnya.
Ristadi juga melihat kondisi pekerja di sektor perbankan dan otomotif yang relatif bagus. Tapi di sektor padat kerja, tekstil garmen, hotel, pariwisata dan yang lain masih memprihatinkan. “Terhadap UU Omnibuslaw Cipta Kerja, kami berharap revisi atau ketentuan UU baru harusnya menjawab fakta-fakta itu,” pungkasnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link