JawaPos.com – Hati Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober selalu menjadi momen spesial bagi rakyat Indonesia. Sebagaimana diketahui pada tanggal yang sama 11 tahun silam, UNESCO menetapkan warisan bangsa Indonesia, yakni batik, sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).
“Kita tentunya bangga karena batik memang sudah menjadi bagian dari sejarah peradaban bangsa Indonesia. Presiden SBY melihat hal tersebut sebagai momen bersejarah, maka kemudian hingga saat ini setiap tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional,” ujar Ketua Umum Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (Ipemi) Ingrid Kansil, Kamis (1/10).
Ipemi membina banyak pelaku UMKM. Sebagian dari mereka merupakan pelaku usaha batik yang memiliki binaan perajin batik daerah.
Sebagai Ketum Ipemi, kata Ingrid, dia mencoba menyerap aspirasi dari para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha batik. Menurut Ingrid, para pelaku usaha batik tersebut selalu menyampaikan bahwa perkembangan bisnis batik masih dalam fase stagnan, hanya sedikit yang betransformasi menjadi model industri batik.
“Hal tersebut terkait promosi dan pasar batik yang belum besar,” lanjutnya.
Wasekjen DPP Partai Demokrat tersebut menyontohkan salah seorang perajin batik di Sukabumi, Diah. Diah kepada Ingrid menyampaikan bahwa pemerintah pusat perlu membuat instruksi kepada pemerintah daerah untuk mewajibkan para ASN memakai batik khas daerahnya yang dibuat oleh perajin, yakni batik tulis bukan batik printing.
Menurut Diah, lanjut Ingrid, selama ini yang terjadi pemerintah daerah hanya memesan desain batik untuk para ASN sebagai seragam wajib mereka. Kemudian, desain batik tersebut dicetak dan hanya dimotori oleh satu pihak.
“Hal tersebut sangat disesalkan karena semestinya batik tersebut dikerjakan oleh pelaku usaha batik yang memiliki binaan para perajin batik. Banyak pihak yang belum aware bahwa para perajinlah yang sesungguhnya menggantungkan hidupnya dari membatik. Dengan membeli batik dari perajin, secara langsung kita membantu masyarakat lokal untuk berdaya dan mandiri secara ekonomi melalui batik,” tutur Ingrid.
Anggota DPR RI periode 2009-2014 ini juga menambahkan bahwa para pelaku usaha batik perlu diberikan ruang dan waktu dalam setiap event yang mengangkat khasanah budaya lokal. Selain itu para pejabat pemerintah daerah juga bisa mengenakan batik sebagai promosi kepada para tamu yang hadir di acara tersebut.
“Hal tersebut merupakan aspirasi yang disampaikan oleh Ibu Dahlia yang merupakan pelaku usaha batik di Cianjur,” sambungnya.
Ingrid menambahkan bahwa peningkatan kapasitas kompetensi para pelaku usaha dan perajin batik perlu menjadi perhatian pemerintah. Pembinaan yang berkelanjutan menjadi salah satu upaya menghidupkan batik agar tetap eksis.
“Salah satu upaya agar batik ini tetap hidup di masyarakat yakni perlu adanya inovasi. Bagaimana para pengrajin ini dapat berkreasi out of the box mengikuti tren pasar ya dengan difasilitasi dalam berbagai bentuk pelatihan-pelatihan,” lanjutnya.
Ingrid merincikan, caranya bisa dengan bimbingan teknis, studi banding, membuka galeri batik atau sentra batik di setiap daerah. “Beberapa daerah sudah melakukan hal tersebut namun memang belum secara merata implementasinya di setiap daerah,” pintanya.
Selain fasilitas berupa peningkatan kapasitas dan pemasaran, masalah lain yang dihadapi para pelaku usaha dan perajin batik yakni terkait permodalan. Untuk itu, istri Menteri Koperasi & UMKM Periode 2009-2014 ini menilai bahwa bantuan modal usaha menjadi sangat vital dalam upaya mendorong percepatan pertumbuhan industri batik nasional.
Credit: Source link