JawaPos.com – Sektor pangan mendominasi industri kecil menengah (IKM). Karena itulah, IKM pangan menjadi salah satu prioritas program ekonomi pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Tujuan utamanya adalah memberikan nilai tambah pada produk-produk IKM pangan dan memperluas pasarnya.
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih menyatakan bahwa nilai tambah suatu produk punya peran besar dalam memajukan IKM pangan di Indonesia. “Untuk itu, pemerintah ingin mengambil langkah nyata dalam penguatan inovasi IKM pangan. Salah satunya melalui program Indonesia Food Innovation atau IFI,” ujarnya Senin (14/12).
Inovasi IKM pangan, menurut Gati, berfokus pada branding. Dia yakin pemberian merek bisa memberikan value tersendiri di mata konsumen. IFI merupakan program yang dipersembahkan bagi para pelaku IKM dengan melibatkan para akademisi dan praktisi.
Ada pembinaan dan pendampingan intensif dalam program tersebut. Khususnya, pendampingan pada sisi teknis dan bisnis oleh para pakar. Kemenperin berharap para peserta IFI kali ini bisa meningkatkan kapabilitas masing-masing dalam industri yang mereka tekuni.
Gati menambahkan bahwa IFI juga membantu akselerasi bisnis para pelaku IKM pangan yang menerapkan inovasi, baik pada produk maupun proses pembuatannya. Mereka yang menggunakan sumber daya lokal sebagai bahan baku utamanya juga mendapatkan prioritas.
“Sehingga IKM pangan ini siap menjadi IKM modern yang marketable, profitable, dan sustainable,” urainya.
Menurut Gati, IKM pangan merupakan sektor usaha yang semakin tumbuh dan kian prospektif. Apalagi, semakin banyak pelaku IKM yang merambah sektor tersebut. Terutama generasi muda.
“Untuk membantu start-up pangan agar lebih berdaya saing, pemerintah memberikan pendampingan di bidang teknologi maupun bisnis,” tuturnya.
Dalam catatan Kemenperin, diketahui bahwa jumlah IKM pangan saat ini mencapai 1,86 juta unit usaha. Itu setara dengan 43,41 persen dari total unit usaha IKM.
“Tentu mereka telah memberikan sumbangsih dalam memajukan industri pangan nasional. Mereka juga memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia,” beber Gati.
Pasar IKM pangan Indonesia begitu luas. Bukan hanya pasar domestik, melainkan juga pasar ekspor. Oleh karena itu, IKM pangan harus punya strategi yang tepat untuk masuk pasar ekspor. Tidak sekadar meningkatkan kualitas, tapi juga membangun branding, beradaptasi, berinovasi, dan mampu membaca tren serta kebutuhan pasar.
Bicara soal ekspor, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklaim bahwa program pendampingan ekspor atau export coaching program (ECP) 2020 menuai sukses. Program yang diselenggarakan di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kabupaten Banyuwangi itu mencatatkan transaksi ekspor sebesar USD 2,47 juta (sekitar Rp 34,86 miliar).
“Capaian itu sangat membanggakan karena diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19 yang penuh tantangan,” ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
Sebagian besar dari total 41 eksporter atau pelaku usaha yang terlibat dalam program tersebut adalah pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Produk yang diekspor pun beraneka ragam.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Kasan menyatakan bahwa pendampingan ECP berlangsung selama kurang lebih setahun. Pendampingan mencakup kegiatan peningkatan kualitas produk, perbaikan manajemen produksi, daya saing produk, desain, dan kemasan produk bagi tujuan ekspor.
”Melalui ECP, pelaku usaha mendapat bimbingan mengenai tata cara ekspor dan informasi seputar negara tujuan ekspor,” tandas Kasan.
Credit: Source link