JawaPos.com – Kasus positif Covid-19 di Indonesia per Minggu (27/6) kemarin bertambah 21.342 orang. Angka tersebut merupakan rekor baru lonjakan harian positif selama pandemi Covid-19 di Indonesia dengan akumulatif kasus 2.115.304 dan belum ada tanda akan menurun.
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menilai, ini adalah bukti bahwa pemberlakuan PPKM Mikro yang mulai berjalan sejak 22 Juni lalu gagal menekan lonjakan Covid-19 yang sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan, dalam beberapa hari ini angka kasus Covid masih bertengger diatas angka 18 ribu.
“Pada Kamis lalu ada rekor kasus harian Covid-19 di Indonesia yang mencapai 20.574 kasus. Pada Jumat kemarin ada 18.872 kasus baru. Sabtu rekor baru lagi dengan kasus mencapai 21.095 orang. Ini bukti PPKM Mikro gagal menekan lonjakan Covid-19,” kata dia, Senin (28/6).
Ia pun menyayangkan pemerintah pusat yang masih percaya diri dengan PPKM Mikro akan menekan laju lonjakan angka Covid-19. Namun, sejak kebijakan tersebut diterapkannya, grafik kasus Covid-19 sama sekali tidak membaik.
Sejumlah daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah masih menjadi tiga wilayah angka tertinggi kasus Covid di Indonesia. “Dari 21.095 kasus harian itu. DKI Jakarta merupakan wilayah kasus tertinggi diangka 9.271 kasus, disusul Jawa Barat dengan 3.787 kasus dan Jawa Tengah 2.305 kasus harian. PPKM Mikro nyatanya masih belum melandaikan angka kasus Covid, apalagi menurunkan grafiknya,” terang dia.
Seharusnya, pemerintah pusat memberikan wewenang dan izin pada tiga provinsi yang memberikan kontribusi Covid tertinggi untuk menerapkan rem darurat atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang lebih ketat. Sehingga dengan pemberlakuan PSBB tersebut bisa mengurangi secara signifikan mobilitas masyarakat dan diharapkan mampu menekan mata rantai penularan Covid.
“Pemerintah seharusnya jangan menunda untuk memberlakukan rem darurat atau PSBB ketat. Namun harus dipikirkan juga agar penerapan PSBB tsb bisa ramah secara ekonomi. Aturan PSBB ketat pun bisa mengacu pada Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan,” ucapnya.
Pemberlakuan PSBB Ketat, kata Mufida sudah sangat mendesak di wilayah Jakarta dan Jawa Barat. Apalagi sejumlah rumah sakit ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) sudah tidak bisa menampung pasien Covid lagi. Angka BOR sudah melewati ambang batas angka WHO.
Kasus harian yang sangat tinggi tentunya akan menambah beban tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat. Belum lagi varian Covid Delta asal India yang cepat meningkatkan penularan serta pengurangan respons antibodi yang diduga menjadi salah satu musabab lonjakan Covid-19.
“Sejumlah rumah sakit sudah kolaps di Jakarta. Ruang IGD sudah tidak menampung lagi. Nakes seperti dokter dan perawat harus ekstra kerja keras dalam menangani pasien. Belum lagi risiko nakes tertular ketika menangani pasien Covid. Nakes jumlahnya tidak bertambah, namun pasien bertambah dalam jumlah besar-besaran. Ini khan masalah yang harus bisa diselesaikan dengan cepat,” tegasnya.
Selain itu, pemerintah pusat juga harus memikirkan pasien-pasien umum non Covid yang masuk ke IGD namun ditolak pihak di rumah sakit karena sudah penuhnya pasien Covid-19. Artinya, pemerintah harus menambah kapasitas pasien Covid, namun jangan melupakan pasien darurat penyakit lainnya.
“Kondisi rumah sakit di Jakarta misalnya sudah membeludak pasien Covid. Realitas di lapangan banyak pasien-pasien darurat dengan keluhan penyakit lain sampai ditolak pihak rumah sakit karena sudah tidak menampung. Ini yang harus dipikirkan solusinya bagaimana kapasitas pasien Covid ditambah namun ada juga ruangan khusus di rumah sakit yang menangani pasien darurat selain Covid. Sehingga semua pasien bisa tertangani,” pungkas Mufida.
Credit: Source link