SAHILA Hisyam tak henti mengeksplorasi bakatnya. Setelah memulai karier sebagai model sejak 2007, Sahila terus mengembangkan sayapnya ke berbagai bidang. Mulai sinetron, FTV, hingga host. Kini dia pun banyak bermain di film layar lebar. Yang terbaru adalah film dan lokadrama Lara Ati, proyek pertamanya dengan Bayu Skak.
Di luar aktivitas di dunia hiburan, perempuan keturunan Arab, Pakistan, dan Sunda itu juga aktif berolahraga. Selain berlari dan nge-gym, rupanya Sahila mulai piawai bermain papan selancar. Sahila bercerita kepada Jawa Pos tentang pengalaman syuting terbarunya dan kegiatannya dalam mengeksplorasi olahraga terekstrem yang pernah dilakukannya tersebut.
—
Dalam film dan lokadrama Lara Ati, Sahila harus banyak berbicara bahasa Jawa dan Sunda. Apakah itu tantangan?
Tentu. Di proyek itu, ceritanya aku berasal dari Sukabumi. Sukabumi kan bahasa Sunda-nya campur kasar dan halus, sedangkan Bogor (kota kelahiran Sahila, Red) kasar pisan. Jadi, tantanganku harus belajar lagi Sunda halusnya. Lalu, proses belajar bahasa Jawa itu wow banget buat aku. Untungnya, aku bisa terus bertanya sama Bayu gimana cara mengucapkan kalimat agar lebih enak didengar.
Apa yang dilakukan Sahila agar tidak canggung berbahasa Jawa di depan kamera?
Aku pasti minta skenario duluan satu hari sebelumnya. Aku pasti baca dan hafalin banget. Jadi, begitu masuk set, udah enak. Aku juga harus mempelajari setiap arti kata yang aku ucapkan agar lebih jelas dalam pengucapannya. Alhamdulillah, makin ke sini makin enak karena terbiasa.
Belakangan ini, tampaknya Sahila enggak cuma hobi lari dan nge-gym, tapi juga surfing. Kenapa tertarik?
Aku tuh sebenarnya pengin belajar surfing sejak SMP gitu. Awalnya cuma gara-gara kalau lagi di bandara sering melihat cewek membawa papan surfing. Pasti aku bergumam, ”Aduh keren banget.” Terus, akhirnya baru terlaksana satu tahun lalu. Kebetulan, aku memang lagi sering pergi ke Bali sama teman-teman.
Apakah Sahila sempat merasa terlambat untuk mulai belajar surfing?
Aku pikir aku kan suka olahraga lari dan nge-gym. Lalu, pas lihat di Bali banyak orang yang surfing, aku langsung mikir, ”Kenapa aku enggak coba belajar aja, ya?” Aku sempat kepikiran takut telat umur. Tapi, aku lihat banyak banget kok orang yang baru belajar surfing di umur 35 tahun atau 40 tahunan. Enggak harus dari kecil.
Bagaimana pengalaman pertama Sahila berselancar di laut?
Ternyata menyenangkan sekali. Aku mulai belajar tahun lalu. Aku baru sempat nyobain surfing di Bali sama Lombok aja sih. Sangat kesulitan sebenarnya. Sampai sekarang pun, banyak banget teknik yang belum aku kuasai. Bahkan, aku belum sempurna berdiri di atas papannya.
Pengalaman menegangkan apa yang pernah dialami waktu belajar surfing?
Saat surfing, tiba-tiba ada ombak besar yang disusul dengan satu ombak besar lainnya secara berdekatan. Pas kegulung ombak ke bawah, aku belum sempat ambil napas, udah ada ombak besar lagi yang datang. Jadi, aku kegulung sampai ke bagian bawah air banget.
Lalu, cara Sahila memulihkan diri bagaimana?
Setelah itu, aku coba menenangkan diri. Aku diem aja di air sekitar 20 menit gitu. Kalau dipaksain, kan bisa kehabisan tenaga. Takutnya, kalau ada ombak lagi, badan aku malah enggak kuat.
Apakah Sahila trauma gara-gara kejadian itu?
Enggak. Justru itu yang bikin aku makin berani dan nggak kapok sih. Semua kan ada tekniknya, jadi enggak perlu khawatir. Biasanya, setelah menghadapi satu atau dua ombak, aku memilih istirahat dulu sebentar.
Gimana Sahila melihat olahraga surfing?
Ini olahraga paling ekstrem yang pernah aku coba karena kita melakukannya dengan bergantung sama alam. Gimana kondisi cuaca dan ombaknya saat itu, terus gimana kalau tiba-tiba ada ombak besar dan kita harus berlindung. Oh iya, surfing ini benar-benar pengalaman baru aku bermain di laut lho. Sebelumnya, aku bukan orang yang sering berenang di laut. (*)
Credit: Source link