JawaPos.com – Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB-UB) belum lama ini melansir hasil kajian bertajuk ‘Kenaikan Harga Rokok terhadap Keseimbangan Prioritas Kebijakan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia’. Direktur PPKE FEB-UB, Prof. Candra Fajri Ananda dalam paparan hasil kajian tersebut mendorong pemerintah agar mempertimbangkan dan berhati-hati dalam pengambilan kebijakan cukai di waktu mendatang.
Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan berbagai sisi yang terlibat dalam kebijakan cukai di Indonesia. Diantaranya adalah tenaga kerja, pendapatan, kesehatan, rokok ilegal, industri, hingga pertanian secara berimbang.
“Salah satu rekomendasi kajian kami adalah mendorong pemerintah ‘rembug bersama’ dengan semua pemangku kepentingan secara berkesinambungan dalam rangka menentukan peta jalan (roadmap) kebijakan yang berkeadilan,” kata Prof. Candra di Jakarta, dalam keterangannya Kamis (15/9).
Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan berharap, keberadaan roadmap IHT akan memberikan kepastian berusaha, iklim usaha yang adil, inklusif dan kondusif bagi sepanjang rantai pasok IHT nasional. “Roadmap IHT nantinya akan mengatur pelbagai aspek, mulai dari tenaga kerja, nafkah petani tembakau dan cengkeh, devisa serta pertumbuhan ekonomi,” kata Henry Najoan.
Henry Najoan menyebutkan hambatan untuk kepastian berusaha IHT legal adalah adanya kebijakan cukai yang melemahkan daya saing IHT, kenaikan cukai yang eksesif, serta fluktuatif sehingga tidak ada kepastian usaha. Henry mencontohkan kebijakan waktu pengumuman Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), kerap kali dilakukan pada akhir tahun sehingga menyulitkan dalam proses perencanaan bisnis.
“Sangat dibutuhkan perbaikan atas kepastian berusaha, iklim usaha yang adil, inklusif, dan kondusif di sepanjang rantai pasok IHT nasional melalui roadmap IHT yang berkeadilan dan komprehensif. Hal ini mendesak untuk memberikan ekosistem IHT yang kondusif dan mempertahankan kedaulatan bangsa terhadap intervensi kelompok anti tembakau global,” tegas Henry Najoan.
Adapun Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Perekonomian RI, Satya Bhakti Parikesit menyambut baik. Salah satu poin, yakni adanya roadmap juga menjadi perhatian dirinya.
Menurut Satya Bhakti, adanya roadmap IHT akan memberikan gambaran yang jelas mulai tarif cukai, struktur, dan seterusnya. “Dengan roadmap ini sangat penting agar tiap tahun kita tidak perlu berdebat berapa tarif cukai ke depan. Selain itu, ketika menetapkan arah kebijakan IHT, kita melihat dampak yang paling minimal dari tenaga kerja ini,” kata dia.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman menambahkan, saat ini Kemenko Perekonomian sedang menyusun draf rancangan Peraturan Presiden tentang roadmap IHT sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pembahasan roadmap melibatkan lintas kementerian/lembaga.
“Draf ini sebagai pengganti roadmap yang dianulir oleh Mahkamah Agung beberapa waktu lalu,” ujar Atong Soekirman.
Atong mengungkapkan, di dalam perumusan roadmap IHT, pihaknya mencoba untuk menemukan titik keseimbangan antara kepentingan-kepentingan agar industri tetap tumbuh. Itu termasuk mengakomodasi kepentingan kesehatan, yaitu menurunkan prevalensi merokok untuk anak usia 10-18 tahun.
Atong menyadari bahwa menaikkan tarif cukai hasil tembakau setinggi-tingginya punya dampak pengganda (multiplier effect). Pasalnya, jika dikenakan tarif tinggi itu bukan berarti penerimaan negara tinggi.
Dampaknya, akan makin terbuka pasar rokok ilegal mengingat konsumsi rokok akan tetap. Sementara pembayar cukai jikalau tinggi mereka akan lari ke rokok ilegal.
Credit: Source link