Semangat Eko dalam Menggerakkan UMKM Surabaya agar Naik Kelas

Semangat Eko dalam Menggerakkan UMKM Surabaya agar Naik Kelas

Kiprah Eko Sulistiyo dalam menggerakkan UMKM patut diapresiasi. Berawal dari garasi rumahnya, usaha kuliner yang digelutinya berkembang dengan merekrut karang taruna dan mantan satgas kampung tangguh Covid-19 sebagai pekerja. Dinobatkan sebagai pahlawan ekonomi.

UMAR WIRAHADI, Surabaya

RUMAH makan berukuran 7×15 meter itu sedang ramai pengunjung Sabtu (5/11) malam. Sebagian orang asyik menyantap menu yang dihidangkan. Sebagian lagi mengantre di depan meja kasir karena pesanan akan dibawa pulang.

Di dapur, para chef yang mengenakan celemek serbamerah sibuk meracik makanan yang dipesan pengunjung. Pemandangan itu terlihat di outlet Ayam Canton Soerabaja di Jalan Kedungdoro, Tegalsari. ”Kalau weekend begini lebih ramai,’’ kata Dennis Ramadhan, salah seorang kru, sambil sibuk mengantar pesanan.

Outlet yang dibuka 27 Oktober lalu itu dihadiri langsung oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Itu bentuk apresiasi wali kota kepada sang pemilik resto karena berhasil membuat UMKM naik kelas.

Dari yang awalnya jualan ngemper dengan gerobak dorong hingga sekarang berhasil membuka rumah makan sendiri yang menampung sejumlah tenaga kerja.

”Apresiasi Pak Wali Kota ini jadi motivasi untuk terus lebih maju,’’ kata Eko Sulistiyo, yang tak lain pemilik outlet Ayam Canton Soerabaja.

Tidak ada cara instan untuk menjadi maju. Sebelum menjadi seperti saat ini, Eko jatuh bangun merintis usaha kulinernya. Pada 2015, dia menjadikan garasi rumahnya di Jalan Wonorejo Gang 2, Tegalsari, sebagai tempat memulai usaha. Awalnya bernama nasi campur hongkong.

Dia juga berjualan di G-Walk CitraLand. Dia berjualan di emperan dengan gerobak dorong. ”Saya di sana jualan ngemper. Kalau ada yang pesan makan, ya makannya di tenant milik orang lain,’’ tuturnya, lalu tersenyum.

Nah, salah satu yang jadi menu favorit adalah ayam canton. Meski demikian, sebagian pengunjung meragukan keaslian resep Chinese food itu. Pengunjung dari kalangan menengah atas ragu mana mungkin ada menu ayam canton di warung kelas pedagang kaki lima (PKL).

Maklum, menu itu hanya biasa ditemukan di restoran hotel bintang lima. ”Sampai-sampai saya sering kasih tester. Kalau mereka cocok, saya minta beli satu ekor langsung. Begitu coba, ternyata cocok. Langsung beli dua ekor,’’ ujar Eko.

Tapi, nama nasi campur hongkong tidak bertahan lama karena dianggap tidak memasyarakat. Terutama ke segmen menengah ke bawah. Padahal, mereka adalah konsumen paling besar.

Maka, pada 2017 Eko terpaksa mengganti merek dagangnya menjadi Ayam Canton Soerabaja. ”Saya khusus ayam canton karena dari sekian menu, peminatnya paling banyak,’’ tutur ayah tiga anak itu.

Di sisi lain, tidak semua orang bisa bikin karena resep yang rumit. Di samping juga butuh skill chef hotel bintang lima. Atau chef Chinese food di restoran besar.

Karena itu, menu ayam canton tidak pernah ada di rumah makan atau restoran kecil. ”Makanya saya selalu bilang ini menu hotel bintang lima yang turun ke kaki lima,’’ katanya, lalu tertawa.

Lambat laun, usahanya terus berkembang. Hingga bisa mendirikan restoran di Jalan Kedungdoro, Tegalsari. Selain di sana, ada juga cabang di Kya-Kya dan kawasan Tenggilis Mejoyo. Dia pun sudah mempekerjakan sepuluh pekerja. Mereka berasal dari karang taruna, mantan satgas kampung tangguh Covid-19, hingga warga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). ”Lumayan bisa membuka lapangan kerja,’’ ujar suami Pipit Rahayu itu.

Wali Kota Eri Cahyadi memberi apresiasi atas kiprah Eko Sulistiyo. Untuk bisa berkembang, Eri mendorong pelaku UMKM tidak mudah menyerah dan harus terus berinovasi. Setelah besar, mereka harus bisa menarik pekerja. ”Semangat berusaha Pak Eko ini harus jadi contoh. Inilah yang namanya pahlawan ekonomi,’’ kata Eri memberi apresiasi.


Credit: Source link

Related Articles