APTI Tolak Kenaikan Cukai Rokok yang Mencapai 10 Persen

JawaPos.com-Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menolak aturan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI Agus Parmuji mendesak kenaikan cukai rokok tidak lebih dari 5 persen.

Agus mengaku, para petani tembakau di daerah-daerah merasa tercekik dengan adanya keputusan kenaikan cukai rokok itu. Ia berharap segala kebijakan pemerintah bisa lebih memperhatikan petani.

“Kalau kami ya 5 persen saja karena kemarin sudah dihajar habis-habisan. Kami butuh kepastian bagaimana kelestarian tanaman tembakau bisa cukup untuk menghidupi ekonomi masyarakat. Petani makmur, industri subur, dan negara tak hancur,” kata Agus dalam keterangannya, Senin (28/11).

Ia menjelaskan, ada empat tuntutan para petani Tembakau pada demo yang dilakukan hari ini, Senin (28/11) di Depan Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pertama, APTI meminta kenaikan cukai sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024 dibatalkan atau maksimal naik 5 persen.

Agus menuturkan, instrumen kenaikan cukai berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Selain itu juga berpengaruh terhadap penyerapan tembakau lokal yang membuat harga terus melemah.

“Saat cukai dikerek naik, otomatis berpengaruh pada serapan tembakau lokal, karena tembakau masih beli oleh industri rokok dan juga ruang industri,” jelasnya.

Kedua, petani tembakau meminta adanya pembatasan impor tembakau. Sebab menurutnya, saat ini impor tembakau di Indonesia sudah melebihi ambang batas.

“Menurut data APTI impor tembakau dari luar negeri itu sudah diluar ambang batas kedaulatan atau 50 persen lebih dari produksi nasional. Perlu diatur agar rakyat bisa merdeka di negeri sendiri,” tuturnya.

Ketiga, pihaknya meminta rencana kenaikan cukai 10 persen kembali dipertimbangakn karena dari keputusan itu ada sekitar 3 juta pekerja atau petani tembakau yang bergantung dari kebijakan itu. Keempat, APTI meminta pemerintah kembali memberikan subsidi pupuk untuk petani tembakau.

“Selama ini kami sudah sakit karena kebijakan-kebijakan pemerintah karena petani tembakau itu berhdapan dengan musim. Tapi sekarang malah (harus berhadapan) dengan regulasi nasional yang menekan,” imbuhnya.

Terakhir, petani meminta keberadaan rokok elektrik di Indonesia dibatasi. Sebab penggunaanya yang massif justru membuat petani tembakau makin tergerus.

“Petani tergerus juga oleh rokok yang tidak menggunakan bahan baku petani lokal. Contohnya rokok elektrik, itu kan tidak menyerap petani tembakau lokal. Harus ada pengendalian produk tersebut,” tandasnya. (*)

Editor : Dinarsa Kurniawan

Reporter : R. Nurul Fitriana Putri


Credit: Source link