PEKAN-PEKAN ini pemerintah dan DPR intensif membahas arah dan postur APBN 2022. Agendanya pokok dan arah kebijakan APBN 2022 sebagai kelanjutan pemulihan ekonomi nasional dan reformasi struktural. Agenda pemulihan ekonomi berjalan sejak awal pandemi 2020, berlanjut tahun ini dan tahun depan.
Mengapa agenda pemulihan ekonomi nasional ini penting dan berlanjut pada tahun depan? Semua indikator ekonomi makro memang menunjukkan arah perbaikan. Pada kuartal I 2021, pertumbuhan ekonomi nasional -0,7 persen dan inflasi stabil pada kisaran 1,3–1,5 persen. Sementara itu, ekspor dan impor membaik. Jika Desember 2020 nilai ekspor USD 16,5 miliar, pada April 2021 tumbuh ke posisi USD 18,48 miliar.
Meski demikian, indikator positif itu belum memadai sebagai baseline (2021) untuk mencapai target-target ekonomi makro 2022. Terlebih indikator kesejahteraan sosial masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. Angka kemiskinan secara serentak meningkat sejak pandemi. Pada Maret 2020 angka kemiskinan 9,78 persen dan naik 10,19 persen pada September 2020.
Atas dasar itu, perlu percepatan pemulihan ekonomi. Kuncinya, kesuksesan vaksinasi yang berdampak pada turunnya positive rate Covid-19. Fokus bidang kesehatan 2022 adalah menyelesaikan 40,34 juta kelompok prioritas sasaran vaksinasi. Hingga semester I 2021, dari kelompok prioritas, vaksinasi tahap I mencapai 51,8 persen dan vaksinasi tahap II mencapai 28,99 persen.
Percepatan vaksinasi harus sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi, khususnya meningkatkan daya beli rumah tangga miskin, dan mendorong tingkat konsumsi rumah tangga menengah atas. Kinerja kuartal I 2021 masih menunjukkan tingkat konsumsi rumah tangga di titik kontraksi -2,3 persen. Padahal, tingkat konsumsi rumah tangga menopang 57 persen PDB.
Kajian Bank Dunia terhadap dampak program perlindungan sosial cukup efektif meredam peningkatan kemiskinan. Dari simulasi Bank Dunia, jika tanpa ada program perlindungan sosial, peningkatan jumlah penduduk miskin berkisar 5,5 juta–8 juta. Intervensi program perlindungan sosial cukup efektif meredam lonjakan kemiskinan sehingga angka kemiskinan ”hanya naik” 2,4 juta dari Maret 2019 hingga September 2020.
Baca Juga: Banyak Pasien Isoman Jatim Tak Terdata, Berpotensi Jadi Klaster Baru
Perbaikan penyaluran program perlindungan sosial, terutama data penerima manfaat, mutlak dilakukan. Berbagai program subsidi, terutama energi dan pupuk, harus diintegrasikan dengan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Credit: Source link