JawaPos.com – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang berfokus dalam melakukan efisiensi, salah satunya melalui restrukturisasi. Dalam hal ini banyak dilakukan perampingan, baik dari struktur organisasi di Kementerian BUMN sendiri, hingga perusahaan BUMN.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, di tubuh kementeriannya sendiri, perampingan dilakukan dengan memangkas sejumlah deputi hingga tersisa 3 deputi saja. Ketiga deputi tersebut adalah Deputi Hukum dan Perundang-undangan, Deputi SDM, Teknologi dan Informasi, serta Deputi Keuangan dan Manajemen Risiko.
“Lebih ramping dan deputi langsung di bawah Wamen (Wakil Menteri) yang memegang portofolio,” ujarnya dalam acara diskusi Ruang Energi, Kamis (22/10).
Selanjutnya, perusahaan pelat merah sendiri dibagi dalam dua klaster yang masing-masing dikoordinasi oleh wakil menteri I dan II. Pembentukan subholding BUMN sendiri didasarkan pada end-to-end supply chain dan fokus pada core business.
Kemudian, BUMN dipetakan dalam 4 kategori. Pertama surplus creator, yakni kelompok perusahaan BUMN yang memaksimalkan nilai tambah. Kedua strategic value, yakni kelompok perusahaan BUMN yang dapat memberikan nilai strategis keekonomian dan menyediakan layanan publik.
Ketiga welfare creators, yakni kelompok perusahaan bUMN yang fokus utamanya dalam pelayanan publik. Keempat yakni dead-weight, merupakan perusahaan BUMN yang tidak memiliki potensi nilai tambah maupun layanan publik yang kemungkinan besar akan segera dibubarkan.
Sementara, persoalan pembentukan holding dan subholding migas, Arya menjelaskan hal ini sudah direncanakan sejak 2014. Ditandai dengan penandatanganan kajian holding BUMN Migas pada akhir 2017, dilanjutkan dengan integrasi PGN ke subholding di akhir 2018.
“Subholding di Pertamina itu dirancang jauh-jauh hari, tapi kita jadikan sekarang,” imbuhnya.
Arya mengungkapkan, tujuan dari holding tersebut untuk memperbaiki pengelolaan portofolio dan sinergi bisnis di seluruh Pertamina Group. Kemudian mempercepat pembangunan bisnis baru, dan menjalankan program-program nasional.
Sementara untuk subholding, untuk mempercepat pengembangan usaha dan kapabilitas bisnis eksisting, meningkatkan kemampuan dan fleksibilitas dalam kemitraan dan pendanaan. Serta mendorong operational excellence yang lebih fokus.
“Karena dia seperti kapal induk besar. Karena kapal itu besar makan ini akan membuat dia tidak fleksibel. Makanya kami pecah menjadi subholding-subholdingnya,” tuturnya.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link