ASKES : Teten Masduki, Korupsi dan Pembubaran Koperasi

by

in
ASKES : Teten Masduki, Korupsi dan Pembubaran Koperasi

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto

Jakarta, Jurnas.com – Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto menilai dunia perkoperasian Indonesia saat ini patut bersyukur lantaran mendapatkan menteri Koperasi dan UKM yang bukan karena jatah partai.

“Namanya Teten Masduki. Ini adalah harapan baru,” kata Suroto melalui pesan tertulis kepada Jurnas.com, Sabtu (25/01/2020).

Tak hanya itu, Menteri koperasi dan UKM yang akrab dipanggil Kang Teten oleh koleganya ini juga berlatar belakang sebagai aktifis anti-korupsi.

“Penerima Magsaysay Award ini adalah pioner gerakan anti korupsi di Indonesia. Idealisme Kang Teten tak diragukan lagi,” ujar Suroto.

Menurut Suroto, Kondisi perkoperasian di Indonesia saat ini sebetulnya cukup menyedihkan. Sebab dari perhitungan riil yang pernah dilakukannya, jumlah koperasi di Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia. Jumlahnya 212 ribuan. Anggotanya diklaim sebanyak 36 jutaan.

Baca juga.. :

“Berdasarkan riset yang pernah dilakukan AKSES, ada sekitar 70 an persen koperasi di Indonesia itu tinggal papan nama.  Selebihnya sekitar 23 persen adalah koperasi abal-abal alias koperasi tapi tanpa basis anggota,  dan diantaranya adalah rentenir berbaju koperasi. Jalankan kegiatan usaha simpan dan pinjam ala rentenir. Sisanya hanya sekitar 7 persen adalah koperasi yang berbasis anggota dimana dalam banyak hal kondisinya masih minim atau kurang dalam tata kelola,” ujar dia.

Teten Masduki adalah harapan baru bagi gerakan koperasi. Untuk merombak citra koperasi, sosok anti korupsi sangatlah penting.

Dobrakkan besar untuk lakukan pembubaran koperasi, kata dia sangat penting, sebab, untuk menyadarkan masyarakat agar paham mana koperasi yang benar dan abal abal dan kemudian agar masyarakat tertarik untuk mengembangkan koperasi dan memanfaatkan koperasi untuk menjawab kebutuhan sehari hari mereka.

Menteri Teten bisa belajar dari kebijakan menteri-menteri sebelumnya. Pada masa Orde Baru dulu, kementerian ini adalah merupakan Kementerian sinterklas,” ujar Suroto.

“Kementerian ini terkenal royal terhadap koperasi, kemana mana begitu mudahnya bantuan “cash” dikucurkan ke koperasi. Pak Bustanul Arifin sangat terkenal karena kemana mana membawa uang cash di kopernya untuk koperasi. Hasilnya, koperasi – koperasi ini remuk redam ketika bantuan dihentikan. Entreprenushipnya lenyap,” sambungnya.

Lalu, apa yang tersisa, lanjut Suroto, masyarakat sampai sekarang masih terngiang pada paradigma lama, mendirikan koperasi yang tujuanya adalah mengejar bantuan. Bahkan kondisinya seperti sebuah sindrom ketergantungan. 

“Pemerintah yang berorientasi proyek disatu sisi membutuhkan instrumen proyek untuk menggelontorkan pendanaan dan masyarakat seperti selalu berpenuh berpengharapan pada bantuan,” katanya.

Model kegagalan pengembangan koperasi yang tidak hanya mewarnai Indonesia tapi juga negara-negara berkembang yang tadinya menjalankan sistem ekonomi terpusat. Misalnya, Timor Leste, dimana Suroto sempat menjadi konsultan untuk pemerintah mereka dalam mendiagnosa regulasi dan kebijakan perkoperasian mereka, dari semua koperasi yang disurvei, koperasi yang dibantu pemerintah ternyata gagal semua, dan justru koperasi yang berkembang secara mandiri sekarang ini tumbuh berkembang secara organik jadi mercusuarnya koperasi disana.

“Pada masa reformasi, anginnya bertiup kemana mana, tapi rupanya tidak terjadi pada gerakan koperasi di Indonesia,” katanya.

Masih kata Suroto, Kementerian Koperasi dan UKM pada masa itu mendapatkan keberuntungan yang sama seperti saat ini, dipimpin oleh seorang mantan aktifis pemberdayaan masyarakat, Adi Sasono.

“Tapi sebetulnya pola kebijakan tetap sama. Koperasi hanya jadi alat kebijakan pemerintah semata,” katanya.

Pada masa itu, kata dia, kementerian koperasi yang berada dalam desakkan liberalisasi ekonomi yang semakin menguat mendapatkan kebijakan yang sebetulnya hampir sama dari menteri sebelumnya. Koperasi diafirmasi kembali dan diperankan sebagai alat populis `ekonomi kerakyatan`.

“Saya mengenal Mas Adi secara pribadi setelah jadi menteri, tidak pada saat masih menjabat sebagai menteri Koperasi dan UKM. Beberapa bulan sebelum beliau meninggal sempat mengadakan pertemuan empat mata hampir seharian di kantornya,” katanya.

“Beliau dengan sadar mengatakan bahwa ada kekeliruan besar yang patut dijadikan pelajaran untuk membangun koperasi itu, ternyata koperasi itu bukan semata sebagai alat ekonomi rakyat. Beliau mengatakan secara jujur bahwa dikiranya di era digital ekonomi itu koperasi bisa berkembang tanpa musti memperhatikan muatan ideologinya. Ini adalah koreksi paling mendasar dari Mas Adi,” kenangnya.

Setelah Adi Sasono, Kementerian Koperasi mulai kehilangan popularitasnya. Menteri-menterinya berasal dari jatah partai PPP lalu Partai Demokrat dan yang terakhir adalah PDI Perjuangan.

“Menteri terakhir, A.A.G.N. Puspayoga, sosok yang saya kenal baik. Sebetulnya, ada angin segar yang mulai dihembuskan pada masa awal kepemimpinan beliau walaupun berasal dari latar belakang partai. Namanya manifesto kebijakan Reformasi Total Koperasi. Sayangnya, ini tidak dijalankan dengan serius oleh bawahannya,” katanya.

Contoh paling nyata yakni terkait pembubaran koperasi. Dari jumlah koperasi yang dibubarkan sebanyak 212 ribu koperasi, selama 5 tahun baru mampu dibubarkan sebanyak 62 ribu.

Inipun belum masuk lembar berita acara negara. Sisanya masih terbengkelai. Padahal ini adalah masalah serius karena dari pondasi kebijakan inilah baru akan bisa dilakukan peletakkan kebijakan yang benar

“Tanpa pembubaran koperasi, fenomena gunung es munculnya penipuan berkedok koperasi akan selalu muncul. Sebut saja misalnya seperti Koperasi Hanson yang terkait dengan dugaan korupsi di PT. Jiwasraya akhir-akhir ini,” katanya.

Suroto mengaku memahami bahwa pembubaran koperasi ini tidak mudah, dan Menteri mendapat tentangan dari anak buahnya sendiri.

“Bahkan sempat ada pejabat setingkat eselon satu atau deputi yang dipecat karena disuruh membubarkan Koperasi tidak sanggup. Padahal perintah UU, PP, dan Permennya sangat jelas untuk urusan pembubaran koperasi ini,” ujar dia.

Menurut Suroto hal sangat wajar, sebab, selama bertahun tahun Kementerian Koperasi ada itu koperasi selalu dijadikan instrumen proyek. Tentu akan banyak sekali yang musti terbongkar apabila dilakukan pembubaran koperasi.

Selain itu, rentenir-rentenir baju koperasi itu juga berkeliaran terus melakukan lobi ke Kementerian Koperasi dan UKM.

“Ini juga pasti merepotkan para pejabat kalau sampai dilakukan pembubaran,” katanya.

Garis pemandu dari berbagai kesepahaman internasional baik itu yang dikeluarkan oleh organisasi semacam ILO ( International Labour Organization) ataupun oleh organisasi gerakan koperasi Internasional seperti International Cooperative Alliance (ICA) dan Pertemuan Menteri-Menteri Koperasi Asia Pasifik sangat jelas, peranan pemerintah adalah menciptakan lingkungan yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi.

Salah satu program kebijakan penting bagi Indonesia adalah perlunya pembubaran koperasi abal abal dan rentenir baju koperasi. Agar masyarakat tahu mana yang benar-benar koperasi asli dan mana koperasi yang palsu.

“Tugas menteri Teten Masduki saat ini sangat jelas, ingin singkirkan semak belukar yang menghambat koperasi atau justru memeliharanya. Semua tergantung pada pilihan Pak Menteri. Selamat bekerja Kang Teten Masduki,” tegas Suroto.

TAGS : Menteri Teten Suroto Korupsi Koperasi

This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin

Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/66342/ASKES–Teten-Masduki-Korupsi-dan-Pembubaran-Koperasi/