Bahaya Gaya Pengasuhan Permisif, Kebebasan tanpa Kontrol

Memberi anak kebebasan tidak selalu bermakna baik, Mom, Dad. Terutama tanpa adanya kontrol dan sikap tegas dari orang tua. Salah satu ciri pola asuh permisif itu justru membuat anak kurang bertanggung jawab dan tidak patuh aturan.

SETIAP orang tua tentu ingin memberikan yang terbaik buat anak. Namun, itu tidak berarti menuruti semua keinginannya dan memberikan kebebasan penuh. Ortu perlu menjadi sosok yang aktif membimbing anak. Tidak sebatas sumber dukungan pasif yang hanya didatangi anak ketika butuh sesuatu.

”Itu termasuk gaya pengasuhan permisif, ya. Kondisi ketika ortu tidak banyak menuntut dan mengontrol anak, tetapi juga tidak cukup menunjukkan kasih sayang atau kehangatan dalam hubungannya dengan anak,” ujar Khadijah Auliaur Rohmaani SPsi MPsi Psikolog.

Ortu cenderung memberikan kebebasan, menerima, menunjukkan sikap menyetujui impuls, keinginan, aksi, dan perilaku anak tanpa ada kontrol yang memadai. Peran ortu pun jadi kurang optimal. Padahal, anak tetap butuh arahan dan aturan agar menjadi individu yang bertanggung jawab.

Misalnya, anak diperbolehkan untuk terus berpindah sekolah atau jurusan kuliah ketika dia merasa tidak suka atau kesulitan beradaptasi. ”Tanpa terlibat aktif untuk mencari tahu akar permasalahannya dan mendukung anak menghadapi masalah,” jelas psikolog klinis @ourmetime itu.

Menuruti segala kemauan anak, lanjut dia, termasuk pengasuhan yang permisif. Namun, Khadijah menyebut memanjakan anak dengan harta dan power ortu tidak selalu masuk dalam gaya pengasuhan permisif. Disebut permisif apabila tidak ada kontrol, tuntutan, dan pengawasan dari ortu.

”Sebagai contoh, anak diberi kartu kredit tanpa limit setelah berhasil masuk universitas bergengsi. Hal itu tidak termasuk gaya pengasuhan permisif. Namun, jika tanpa capaian atau melakukan apa pun tiba-tiba ortu memberikan kartu kredit tanpa limit, itu termasuk pengasuhan permisif,” bebernya.

Dia menuturkan, ortu harus memahami kewajibannya, yakni memenuhi kebutuhan, bukan menuruti apa pun kemauan anak. Hal itu dapat dilakukan dengan lebih dulu mengenali value keluarga dan tujuan jangka panjang dalam mengasuh anak.

”Orang tua memiliki peran aktif dalam pengasuhan sehingga dapat mengajarkan kepada anak tentang kontrol diri dengan lebih dulu menunjukkan kontrol kepada anak dan memberikan aturan yang konsisten,” lanjut Khadijah.

Anak yang tumbuh dengan pola pengasuhan permisif cenderung egois, kurang mandiri, dan sulit mematuhi aturan. Mereka akan berusaha mendapatkan apa yang diinginkan tanpa berpikir panjang dan maunya menang sendiri. Dengan begitu, mereka menjadi pribadi yang kurang bertanggung jawab dalam berperilaku.

Gaya pengasuhan permisif lebih banyak menimbulkan efek negatif dibandingkan dampak positif. ”Anak memang jarang mendapat tekanan atau hukuman dari ortu, tapi dia jadi kurang memiliki rasa hormat dan kepedulian kepada orang tua dan tidak peka terhadap lingkungan sosial. Keinginan untuk berprestasi pun rendah,” imbuhnya.

Karena itu, ortu perlu belajar gaya pengasuhan yang lebih sehat. Utamanya, pola asuh otoritatif. Yakni, seimbang dalam memberikan aturan atau tuntutan. Termasuk mendukung anak mengeksplorasi diri dan lingkungannya secara aman. ”Hal paling penting adalah pemahaman ortu tentang kesalahan pengasuhannya dan mendiskusikan pola pengasuhan yang pernah dilakukan serta dampaknya kepada anak. Berubah untuk lebih berperan aktif,” tandasnya.

CEK APAKAH ANDA TERMASUK ORTU PERMISIF

• Menerima anak secara pasif, tidak terlalu mementingkan kepatuhan anak

• Tidak memiliki ketegasan kepada anak untuk menuruti aturan atau value keluarga

• Tidak menunjukkan secara jelas harapan dan tuntutan kepada anak

• Tidak menunjukkan sikap ketidaksetujuan ketika anak tidak bertanggung jawab atau berperilaku tidak sesuai usianya

• Kurang melibatkan anak untuk mengerjakan (belajar peduli) pekerjaan rumah tangga

• Kurang memberikan arahan, perintah, dan bimbingan kepada anak untuk mendukung kemandiriannya

Sumber: Khadijah Auliaur Rohmaani SPsi MPsi Psikolog


Credit: Source link