JawaPos.com – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama founder ESQ Leadership Center (ESQ LC), Ary Ginanjar Agustian, mengupas keterlibatan ESQ LC dalam perubahan mindset di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui core values BUMN Berakhlak. Diharapkan, BUMN bisa bertransformasi menjadi lebih profesional, tidak koruptif, dan bisa menghasilkan value lebih bagi bangsa.
“Pak Ary Ginajar mengungkapkan keterlibatan ESQ dalam core values BUMN Berakhlak bertujuan membangun beberapa elemen dalam BUMN. Antara lain holistic human dimensions, inside out approach, top down matrix, dan start from you. Pada intinya, menggerakan ‘alam bawah sadar’ manusia, dalam hal ini pegawai BUMN, untuk menyadari bahwa bekerja adalah bagian dari amal ibadah. Tak sepatutnya ditujukan hanya sekadar untuk memperkaya diri melalui tindakan kejahatan ataupun perbuatan tak mulia,” ujar Bamsoet, Sabtu (17/10).
Bamsoet memaparkan, sepanjang 2015-2019 Kementerian Keuangan masih harus mengalokasikan Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap berbagai BUMN akibat ketidakmampuan BUMN bekerja maksimal untuk menghasilkan laba yang besar bagi negara. Antara lain sekitar Rp 65,6 triliun di tahun 2015, Rp 51,9 triliun pada tahun 2016, Rp 9,2 triliun pada 2017, Rp 3,6 triliun pada 2018, dan Rp 20,3 triliun pada 2019. Di tahun 2020, diperkirakan Rp 18,73 triliun uang rakyat akan dialokasikan untuk PMN ke berbagai BUMN.
“Dalam laporan Kementerian Keuangan yang disampaikan di akhir tahun 2019 lalu, sebanyak 12 dari 113 BUMN masih mencatat kerugian di tahun 2018. Antara lain Jiwasraya yang rugi Rp 15,83 triliun, Krakatau Steel yang rugi Rp 1,08 triliun, kemudian Perum Bulog yang mencatat kerugian Rp 923,23 miliar. Total kerugian 13 BUMN di tahun 2018 tercatat mencapai Rp 19,43 triliun,” papar Bamsoet.
Bamsoet menuturkan, melalui core values BUMN Berakhlak, diharapkan para pekerja dan pimpinan BUMN bisa membuat BUMN tak lagi merugi. Melalui profesionalitas, BUMN harus bisa mendatangkan keuntungan sebesarnya bagi kemakmuran bangsa. Bukan justru terus menerus bergantung dari negara melalui PMN.
“BUMN Berakhlak tak boleh menjadi seremonial ataupun ungkapan tanpa makna. Pada akhirnya waktulah yang akan membuktikannya. Apakah core values BUMN Berakhlak bisa menjadi salah satu jawaban untuk meningkatkan kinerja BUMN. Atau hanya akan menjadi pemanis di atas kertas yang pada akhirnya menguap begitu saja,” kata Bamsoet.
Ia juga mengajak Ary Ginanjar menyosialisasikan materi kebangsaan berupa Empat Pilar MPR RI di dalam berbagai pelatihan ESQ yang dilakukannya. Selama ini pembangunan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, maupun berbagai materi kebangsaan lainnya dalam Empat Pilar MPR RI dilakukan dengan metode pembelajaran di sekolah, seminar, diskusi, maupun workshop.
“Pak Ary bukan hanya telah melakukan perubahan sosial, melainkan turut membentuk kekuatan sosial. Alangkah bagusnya jika dalam pembentukan kekuatan sosial tersebut, turut memuat materi kebangsaan,” urai Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, dengan demikian para alumni ESQ tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual (intelligence quotient/IQ), kecerdasan emotional (emotional quotient/EQ) dan juga kecerdasan spiritual (spiritual quotient/SQ). Melainkan juga memiliki kecerdasan berbangsa (nation quotient).
“Sehingga setiap alumni ESQ bisa turut menjadi Duta Pancasila, bagian dari generasi yang menjaga keutuhan keanekaragaman bangsa, serta menyadari bahwa kekuatan bangsa Indonesia justru terletak pada keanekaragaman suku, agama, ras, maupun golongan. Sehingga, tak menjadikan perbedaan sebagai sumber pertikaian,” tandas Bamsoet.
Lebih lanjut, Bamsoet menjelaskan, derasnya arus globalisasi yang menawarkan gaya hidup dan berbagai faham yang tidak selaras dengan jati diri ke-Indonesiaan, memunculkan kekhawatiran bahwa semangat kebangsaan akan semakin memudar dan kian terpinggirkan oleh nilai-nilai asing. Dengan perkembangan teknologi dan kemajuan zaman, ke depan ancaman ideologis yang akan dihadapi akan semakin kompleks, sehingga penting bagi semua elemen bangsa membangun benteng ideologi.
“Di tengah tekanan arus globalisasi di era disrupsi, di mana informasi global dapat dengan leluasa kita akses tanpa filter, maka membumikan Pancasila akan dihadapkan pada berbagai tantangan. Atas nama modernitas zaman, globalisasi telah menawarkan nilai-nilai, faham, konsep dan gagasan yang dikemas seakan-akan lebih menarik daripada nilai nilai Pancasila,” pungkas Bamsoet.
Credit: Source link