Bantu Tekan Impor Pupuk, SAMF Rogoh Rp 125 Miliar Tingkatkan Kapasitas

JawaPos.com – Terkereknya harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil berdampak positif ke industri pupuk. Khususnya, nonsubsidi. Bahkan, mereka merevisi target penjualan tahun ini lebih tinggi dibandingkan proyeksi awal.

Direktur Utama PT Saraswanti Anugerah Makmur Tbk Yahya Taufik mengatakan, kinerja perusahaan selama 2022 sudah melebihi ekspektasi. Hal itu terlihat dari penjualan selama kuartal I yang mencapai Rp 839 miliar. Angka itu naik 282 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 297 miliar.

“Secara umum, semester I ini sangat luar biasa. Karena itu, kami mengubah target penjualan dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 2,88 triliun,” ujarnya dalam paparan publik.

Menurut Yahya, pertumbuhan penjualan pupuk nonsubsidi mengalami lonjakan dalam dua tahun terakhir. Pada 2021 emiten berkode SAMF mencatat penjualan Rp 1,85 triliun.

Angka itu meningkat 31 persen dibandingkan penjualan pada 2020 sebanyak Rp 1,4 triliun. Bahkan, laba kotor perusahaan pun meningkat 45 persen menjadi Rp 218 miliar tahun lalu.

Faktor utama peningkatan kinerja tersebut memang datang dari kenaikan industri agrobisnis Indonesia. Terutama industri kelapa sawit yang merupakan konsumen terbesar SAMF.

Yahya menambahkan, total kebutuhan pupuk subsidi dan nonsubsidi mencapai 27 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi pupuk dalam negeri hanya 6 juta ton per tahun.

“Alhasil, pelaku industri pertanian dan perkebunan kesusahan mencari pasokan. Mereka akhirnya impor pupuk dari Malaysia dan Tiongkok,” paparnya.

Karena itu, SAMF berencana meningkatkan kapasitas produksi perseroan yang mencapai 600 ribu ton per tahun saat ini. Direktur Keuangan SAMF Theresia Yusufiani Rahayu mengatakan, perseroan telah menanamkan investasi sekitar Rp 125 miliar untuk menambah kapasitas produksi sebanyak 100 ribu ton.

“Saat ini pembangunan line pabrik baru di Mojosari, Mojokerto, masih dalam tahap konstruksi, mudah-mudahan akhir kuartal III tahun ini sudah selesai. Jadwalnya memang sedikit molor karena ada masalah perizinan Online Single Submission Risk-Based Approach,” paparnya.


Credit: Source link