JawaPos.com – Sejumlah pengamat yakin, Indonesia telah melewati fase sulit akibat pandemi Covid-19. Kendati demikian, memulihkan perekonomian bukanlah perkara mudah. Sampai saat ini, pemerintah masih berupaya mengendalikan dampak kesehatan dan perekonomian gara-gara pandemi.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri memproyeksikan bahwa perekonomian RI baru pulih dua tahun lagi. “Kalau bikin hitungan sederhana dari vaksin dan macam-macam, ekonomi Indonesia baru normal itu pada 2022,” ungkapnya dalam konferensi virtual Senin (9/11).
Setelah pulih itulah, menurut dia, pemerintah baru bisa bicara soal ekspansi bisnis, investasi swasta, dan sebagainya. Secara umum, penanganan pandemi sangat menentukan sukses tidaknya pemulihan ekonomi. Sebab, pandemi masih akan menjadi hambatan pada laju investasi.
Chatib yang juga mantan kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) tidak yakin investasi swasta akan naik signifikan tahun depan. Sebab, pandemi yang terjadi saat ini membuat seluruh masyarakat harus menaati protokol kesehatan dengan ketat. Artinya, aktivitas ekonomi tidak bisa berjalan 100 persen.
Karena itulah, peran pemerintah amat dibutuhkan. Terutama lewat stimulus dan insentif kepada para pelaku usaha. “Intervensi pemerintah sangat perlu. Misalnya, BBM fosil tidak bisa lagi disubsidi. Jika itu terus disubsidi, orang akan terus konsumsi BBM fosil,” kata Chatib. Ketika harga minyak relatif rendah, menurut dia, pemerintah harus melepas subsidi. Lantas, uangnya bisa dialokasikan ke sektor kesehatan atau sektor renewable.
Pada kesempatan yang sama, pengamat pajak Bawono Kristiaji menyatakan bahwa pemerintah agresif menggeber berbagai stimulus dan insentif pada era pandemi. Ke depan, perlu ada skema insentif yang berbeda pada fase pemulihan (initial recovery) dan pasca pemulihan (maintenance).
Pemerintah, lanjut Bawono, juga harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Sebab, jika terburu-buru, justru fasilitas perpajakan itu kurang optimal.
“Perlu dibuat instrumen insentif yang terukur. Di sisi lain, penting juga bagaimana insentif tidak hanya berupa penurunan tarif, tapi juga menciptakan kemudahan dan kepastian berusaha,” katanya.
Terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan bahwa penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi dilakukan dengan tepat. Dua aspek kebijakan itu pun direalisasikan dengan seimbang.
“Apa yang dilakukan pemerintah, seluruhnya sudah berada pada jalur yang benar atau on the right track,” tegasnya Senin.
Ketum Partai Golkar itu menyebut rock bottom perekonomian telah terlewati. Itu terlihat dari membaiknya pertumbuhan ekonomi kuartalan. “Pengungkitnya adalah pertanian yang selalu positif. Tetapi, pengungkit terbesar karena kontribusi terhadap PDB-nya 19,86 persen sektor industri,” ujar Airlangga.
Dia juga menjamin insentif dari pemerintah bakal dilanjutkan hingga 2021. Pemerintah juga telah menyiapkan stimulus untuk tahun depan sama dengan tahun ini. Prioritas stimulus itu adalah kesehatan, perlindungan sosial, UMKM, korporasi, dan juga kementerian dan lembaga (K/L).
PERTUMBUHAN EKONOMI 2020
Q1: 2,97 persen
Q2: Minus 5,32 persen
Q3: Minus 3,49 persen
PERTUMBUHAN PDB MENURUT LAPANGAN USAHA
Sektor | Capaian
Pertanian | 2,15 persen
Pertambangan dan penggalian | Minus 4,28 persen
Industri Pengolahan | Minus 4,31 persen
Konstruksi | Minus 4,52 persen
Perdagangan dan reparasi | Minus 5,03 persen
Transportasi | Minus 16,70 persen
Akomodasi dan mamin | Minus 11,86 persen
Lainnya | Minus 4,07 persen
PERTUMBUHAN PDB MENURUT KELOMPOK PENGELUARAN
Sektor | Capaian
Konsumsi rumah tangga | Minus 4,04 persen
Konsumsi LNPRT | Minus 2,12 persen
Konsumsi pemerintah | 9,76 persen
PMTB | Minus 6,48 persen
Ekspor | Minus 10,82 persen
Impor | Minus 21,86 persen
Sumber: BPS
Credit: Source link