Ketua Komisi III DPR, Herman Herry
Jakarta, Jurnas.com – Komisi III DPR mempertanyakan sistem intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait informasi terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra yang berstatus buron dengan bebas keluar masuk Indonesia.
Ketua Komisi III DPR, Herman Herry mengatakan, hal itu merupakan tamparan keras bagi wajah penegakan hukum. Dimana, selama lebih dari satu dekade seorang Djoko Tjandra bisa mengelabui para penegak hukum yang sesungguhnya memiliki infrastruktur intelejen.
“Hal ini harus menjadi catatan bagi jaksa agung, menyempurnakan kembali sistem intelijen yang ada di Kejaksaan Agung, bahwa sampai terpidana yang menjadi buronan bisa keluar masuk bebas, dimana tugas kejaksaan dan ini kami koreksi keras, jaksa agung harus menyempurnakan,” kata Herman, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/7).
Politikus PDI Perjuangan itu menghargai keterbukaan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam membuka fakta keberadaan Djoko Tjandra saat rapat kerja dengan Komisi III DPR kemarin, Selasa (30/6).
Tapi lebih dari itu, Herman meminta Jaksa Agung melalui Jamintel untuk segera berbenah dan mencari posisi Djoko Tjandra yang diduga sudah berada di Indonesia sejak tiga bulan lalu.
“Jika betul yang bersangkutan keluar masuk, maka Jaksa Agung harus membenahi diri, membenahi sistem intelijen. Kemarin Jaksa Agung secara jujur mengakui kecolongan dan kecolongan ini jangan berkali-kali terjadi, semoga ini yang terakhir kali terjadi supaya negara tidak kalah dengan buronan,” tegasnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan bahwa buronan Djoko Tjandra sudah berada di Indonesia sejak tiga bulan yang lalu.
“Informasinya lagi menyakitkan hati saya adalah aktanya 3 bulanan dia ada di sini,” kata Burhanuddin, saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (30/6).
Diketahui, Djoko Tjandra pernah divonis bebas dalam perkara korupsi cessie Bank Bali tersebut. Pada bulan Oktober tahun 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membebaskannya dari segala tuntutan hukum.
Namun Kejaksaan Agung tak menyerah dan akhirnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Hasilnya, MA pada Juni 2009 akhirnya memutus perkara ini dan menghukum Djoko Tjandra dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta.
Selain itu, MA memerintahkan untuk merampas uang hasil kejahatan Djoko Tjandra senilai Rp 546 miliar untuk negara. Pada akhirnya, Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini sehari setelah putusan PK oleh MA ditetapkan.
TAGS : Warta DPR Komisi III DPR Herman Herry Kejagung Buronan Djoko Tjandra
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin