Dubes AS Kritik Pasal Kumpul Kebo, PKS: Kritisi Saja Negara Sendiri!

Dubes AS Kritik Pasal Kumpul Kebo, PKS: Kritisi Saja Negara Sendiri!

JawaPos.com – Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritik komentar Duta Besar Amerika Serikat (Dubes AS) Sun Yong Kim yang mengkritik keras larangan zina atau kumpul kebo dan LGBT dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan oleh DPR dan Pemerintah. Wakil Ketua MPR ini meminta agar Dubes AS menghormati kedaulatan Indonesia dan tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia apalagi bila itu intervensi atas kedaulatan hukum Indonesia.

“Mestinya Dubes AS masih ingat, Indonesia negara demokrasi, berdaulat dan negara hukum yang konstitusinya mengatur hak asasi manusia (HAM) dengan jelas. Jadi, seharusnya Dubes AS melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai Duta Besar dan karenanya menghormati negara di mana dia bertugas,” kata Hidayat dalam keterangannya, Senin (12/12).

Hidayat mengatakan, konstitusi yang berlaku di Indonesia menghadirkan ketentuan yang spesifik terkait Agama dan HAM, dinyatakan di Pasal 29, juga Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945 yang secara tegas menyebutkan bahwa terdapat batasan-batasan HAM yang berlaku di Indonesia, salah satunya adalah nilai-nilai agama.

“Ketentuan larangan berbagai bentuk zina atau kumpul kebo atau laku LGBT yang disepakati oleh Pemerintah dan seluruh Fraksi di DPR tanpa kecuali itu, antara lain merupakan wujud dari pelaksanaan Pasal 28J ayat (2) tersebut,” ujarnya.

Anggota Komisi VIII DPR ini menambahkan, Dubes AS untuk RI seharusnya menghormati dan tidak mengintervensi, apalagi menakuti-nakuti dengan isu investasi. Menurutnya, setiap negara memiliki kedaulatannya sendiri dan akan melaksanakan atau memproteksi secara konstitusional nilai apa yang diyakni oleh masyarakatnya.

“Contohnya Rusia yang membuat UU melarang LGBT. Apakah AS juga mengkritik keras kebijakan Putin yang sahkan UU Anti LGBT, dan menakut-nakuti nya dengan isu HAM dan investasi?” tegasnya.

Hidayat menyatakan, sudah tidak zamannya lagi pemaksaan nilai kepada negara lain, seperti yang dilakukan oleh AS. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan imperialisme HAM yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan penerapan HAM yang perlu dilakukan melihat aspek lokalitas.

Hidayat menuturkan, seharusnya AS dapat mencontoh FIFA yang menghormati nilai-nilai yang diyakini dan berlaku di masyarakat Qatar dalam perhelatan piala dunia, terkait aturan minuman keras dan larangan kampanye LGBT. Dia mengungkapkan, jika dilaksanakan termasuk oleh tim sepakbola AS, hasilnya positif untuk mewujudkan HAM dengan saling menghormati HAM pihak yang lain.

“Jadi, daripada sibuk mengurusi urusan negara lain, lebih baik dubes AS fokus untuk mengkritisi negerinya sendiri, seperti kekhawatiran pemuka agama di sana terkait dengan konsekuensi diakuinya perkawinan sejenis, sehingga menimbulkan beberapa pastor protection act di beberapa negara bagian,” paparnya.

Oleh karena itu, Hidayat berharap Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri untuk segera memanggil Dubes AS tersebut. Karena sudah melampaui kewenangan dan tugas diplomatiknya, dengan secara terbuka mencampuri urusan domestik Indonesia.

“Apabila ada mekanisme investasi di Indonesia yang memaksakan nilai yang bertentangan dengan kebudayaan masyarakat dan hukum Indonesia, seperti yang diancamkan oleh Dubes AS tersebut, maka itu adalah bentuk lain dari neo kolonialisme, hal yang dikoreksi dengan disahkannya UU KUHP yg mengubur KUHP lama warisan kolonialis Belanda,” ujarnya.

“Maka sudah sewajarnya bila dalam rangka membela kemerdekaan bangsa san negara Indonesia, dan menjaga kedaulatan hukum Indonesia, Presiden Jokowi bisa melanjutkan sikap Presiden Soekarno yang menolak nekolim segala bentuk (neokolonialisme), dan menyatakan ‘Go To Hell with Your Aid. Itu akan jadi legacy positif Presiden Jokowi,” pungkasnya.

Editor : Banu Adikara

Reporter : Muhammad Ridwan


Credit: Source link

Related Articles