Hentikan Eksploitasi jika Perhitungan Belum Jelas

Hentikan Eksploitasi jika Perhitungan Belum Jelas

Kemenkeu Sebut Pembagian Sudah Sesuai UU dan Berbasis Data ESDM

JawaPos.com – Penerimaan dana bagi hasil (DBH) migas menjadi polemik. Pemicunya adalah protes dari Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil. Bahkan, dia meminta pemerintah pusat menghentikan eksploitasi migas di wilayahnya jika perhitungan DBH migas yang diterima belum jelas.

Menurut Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggunakan data resmi Kementerian ESDM dalam membagi DBH. Dia menjelaskan, DBH bukan hanya untuk daerah penghasil. Tetapi juga untuk daerah sekitar agar merasakan kemajuan dan kemakmuran bersama-sama.

Dalam desentralisasi fiskal, lanjut Yustinus, pemerintah pusat tiap tahun telah menggunakan sebagian pendapatan negara, termasuk dari sektor minyak bumi dan gas (migas), untuk anggaran transfer ke daerah (TKD). Itu adalah upaya untuk mendukung agar pemda bisa memberikan pelayanan publik di daerah masing-masing.

”Kemenkeu telah mengalokasikan pada 2022 ini transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 872 miliar atau 75 persen dari APBD Kabupaten Meranti atau 4 kali lipat dari pendapatan asli daerah (PAD) Meranti sebesar Rp 222 miliar,” beber Yustinus di Jakarta kemarin (11/12).

Meski penerimaan negara dari sektor migas fluktuatif setiap tahun, pemerintah pusat tetap memastikan anggaran TKD selalu terjaga. Tujuannya tidak lain agar pemda dapat melaksanakan tugas dalam pelayanan publik. Untuk memitigasi ketidakseimbangan vertikal (termasuk daerah penghasil migas), pemerintah pusat mengalokasikan TKD melalui DBH dari migas secara transparan dan adil sesuai UU. Di samping itu, pemerintah pusat menyalurkannya melalui program/kegiatan oleh kementerian/lembaga (K/L) melalui APBN.

Selain DBH, daerah penghasil migas menerima DAU, DAK, dan DID serta dana desa (DD) dengan alokasi TKD rata-rata mencapai 20 persen dari TKD nasional. ”Besaran yang tinggi untuk pembangunan daerahnya, belum lagi pendanaan dari PAD,” imbuhnya.

Yustinus melanjutkan, pada 2023 pemerintah pusat juga mengalokasikan DBH migas untuk daerah pengolah dan daerah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil. Itu bertujuan agar daerah yang terdampak eksplorasi migas dapat mengatasi masalah lingkungannya serta memiliki kapasitas membangun daerah lebih baik. ”Terkait pernyataan Saudara Bupati Kepulauan Meranti yang tidak puas dengan alokasi DBH Meranti, dapat kami sampaikan bahwa perhitungan TKD tahun 2023, khususnya DBH migas untuk Kabupaten Kepulauan Meranti, sudah dilaksanakan sesuai ketentuan UU 1/2022 tentang HKPD. Sangat clear dan legitimate,” tegasnya.

Ihwal protes penerimaan DBH tersebut disampaikan Adil kepada Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni pada Kamis (8/12). Ketika itu dia menghadiri Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Se-Indonesia di Menara Dang Merdu Bank Riau Kepri Syariah Pekanbaru.

Diungkapkan Adil, pada 2022 Kepulauan Meranti menerima DBH sebesar Rp 114 miliar dengan hitungan harga minyak USD 60 per barel. Kemudian, dalam pembahasan APBD 2023 sesuai pidato Presiden Jokowi, harga minyak dunia naik menjadi USD 100 per barel. Sementara itu, asumsi penerimaan 2023 lebih kurang Rp 115 miliar.

”Tapi, kenapa ketika minyak kami bertambah dengan liftingnya naik, duitnya makin sedikit? Bagaimana perhitungan asumsinya, kok naiknya cuma Rp 700 juta?” keluh Adil sebagaimana dilansir Riau Pos.

Asumsi kenaikan jumlah produksi minyak Meranti, kata Adil, pada 2022 eksploitasi terjadi di 13 sumur produktif. Kemudian, ditambah sumur baru, totalnya menjadi 19 sumur. ”Ditargetkan produksi mencapai 9.000 barel per hari dan ini kenaikan yang cukup signifikan,” bebernya.

Jika berlarut tanpa ada kejelasan pasti soal DBH migas yang diterima Pemkab Kepulauan Meranti, Adil meminta pemerintah pusat segera mengeluarkan kebijakan penghentian eksploitasi migas di daerahnya. ”Saya berharap Bapak keluarkan surat penghentian minyak di Meranti. Jangan diambil lagi minyak di Meranti. Tidak apa-apa, kami juga masih bisa makan. Daripada uang kami ’diisap’ sama pusat,” tegas Adil.

Keluhan Adil terhadap kecilnya penerimaan DBH itu bukan yang pertama. Sebelumnya dia mengaku sedang menyusun rencana untuk menempuh jalur hukum. Sebab, saat ini asumsi penerimaan DBH migas Meranti tidak lebih dari Rp 115 miliar. Padahal, menurut kalkulasinya, berdasar sejumlah indikator terkait seharusnya lebih dari Rp 300 miliar.

Rencana menempuh judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) juga dipersiapkan. ”Untuk itu kami sedang meminta masukan dari UGM. Kami juga menggandeng mereka melakukan kajian untuk peningkatan PAD di Meranti,” terang dia.

Terkait DBH migas yang disebut Adil itu, Yustinus memerinci, total alokasi DBH Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 207,67 miliar (naik 4,84 persen dari 2022) dengan DBH SDA migas Rp 115,08 miliar (turun 3,53 persen). ”Ini dikarenakan data lifting minyak 2022 dari Kementerian ESDM menunjukkan penurunan dari 2.489,71 ribu menjadi 1.970,17 ribu barel setara minyak. Jadi basisnya resmi,” katanya.

Penurunan lifting itu tentu berpengaruh terhadap alokasi DBH migas untuk Kabupaten Kepulauan Meranti pada 2023. Dengan adanya penurunan lifting itu, dia mendorong agar Pemkab Kepulauan Meranti perlu memikirkan terobosan agar lifting bisa ditingkatkan.

Meskipun alokasi DBH migas turun, alokasi DAU Kabupaten Kepulauan Meranti justru naik 3,67 persen menjadi Rp 422,56 miliar. ”Sayangnya, indikator kinerja pengelolaan anggaran DTU (DAU dan DBH) di Kabupaten Kepulauan Meranti masih lebih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia. Nah, makin terang!” lanjut Yustinus.

Pihaknya justru prihatin. Sebab, dalam rangka membantu masyarakat miskin dari dampak inflasi, pemda wajib mengalokasikan 2 persen dari DTU (DBH dan DAU) untuk perlindungan sosial. Akan tetapi, per 9 Desember 2022, Kabupaten Kepulauan Meranti baru merealisasikan belanja wajib 9,76 persen. Jumlah itu sangat jauh dari rata-rata secara nasional mencapai 33,73 persen.

Selain alokasi dari TKD, Kabupaten Kepulauan Meranti menerima manfaat dari belanja pemerintah pusat melalui K/L di wilayahnya. Total belanja K/L tersebut sebesar Rp 137,99 miliar (2019), Rp 154,59 miliar (2020), Rp 118,03 miliar (2021), dan Rp 120,41 miliar (2022).

Berdasar data historis dari pengelolaan APBD, Yustinus memerinci, sejak 2016 rata-rata serapan belanja di Meranti hanya 82,11 persen. Jelang tutup tahun pun, serapan belanja Meranti baru terealisasi 62,49 persen saja hingga 9 Desember 2022. ”Rendahnya penyerapan menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti belum optimal mengelola anggaran. Terutama dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan yang tinggi: 25,68 persen,” tuturnya.

Dengan fakta dari data yang ada, Yustinus mendorong agar Adil semestinya memperbaiki kinerja dalam pengelolaan anggarannya. Bukannya malah menyampaikan pernyataan yang manipulatif. ”Kasihan publik dikecoh dengan sikap seolah heroik untuk rakyat. Faktanya ini manipulatif,” cetus dia. Pihaknya juga keberatan dan meminta Adil menyampaikan permohonan maaf terkait pernyataan yang menyebut Kemenkeu diisi iblis dan setan.

Senada, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari menambahkan, pernyataan Adil amat melukai perasaan pimpinan dan puluhan ribu pegawai Kemenkeu yang menjunjung integritas. ”Menyampaikan aspirasi adalah hak semua orang. Namun, etika dalam menyampaikan tetap harus dijaga. Terlebih bagi seseorang yang seyogianya menjadi teladan bagi masyarakat,” tuturnya.


Credit: Source link

Related Articles