JAKARTA, BALIPOST.com – Ekonomi Indonesia masih resilien di tengah gejolak yang melanda dunia belakangan ini. Perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh di atas 5% didukung stabilnya permintaan domestik, meski harus berjuang di tengah risiko global. Demikian disampaikan Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, Rabu (21/2).
Menurutnya saat ini konsumsi masyarakat, terutama pada kelas menengah ke bawah, agak tertahan. “Menurut Mandiri Spending Index (MSI), tabungan masyarakat berpendapatan rendah terus menurun sehingga mengurangi aktivitas konsumsi,” ujar Andry.
Oleh karena itu, pemerintah berperan dalam memastikan daya beli konsumen tetap terjaga, misalnya melalui percepatan pengeluaran untuk stimulus ekonomi atau insentif pajak. “Secara keseluruhan, dengan fundamental perekonomian domestik yang kuat, kami perkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,06% di tahun ini,” imbuhnya.
Dipaparkan, hasil riset Tim Ekonom Bank Mandiri menunjukan sektor manufaktur memiliki kontribusi yang terbesar terhadap PDB. Namun, kontribusinya cenderung menurun dari kisaran 20% sebelum pandemi menjadi 18% pascapandemi. Revitalisasi sektor manufaktur sangat penting karena sebagian industri pada sektor ini dapat menghasilkan nilai tambah yang signifikan dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Eka Fitria mengatakan, sektor pertanian merupakan sektor dengan kontribusi terbesar kedua pada pertumbuhan ekonomi. “Dengan risiko perubahan iklim yang semakin tinggi, ketahanan pangan menjadi isu yang penting untuk mencapai keberlanjutan ekonomi,” tambah Eka.
Tren terkini dalam digitalisasi yaitu perkembangan Artificial Intelligence (AI) juga menjadi pendorong pertumbuhan perekonomian. Pesatnya teknologi AI menciptakan peluang efisiensi ekonomi namun juga menciptakan risiko tergantikannya beberapa jenis pekerjaan di mana dampaknya terhadap ekonomi perlu diantisipasi.
Dikutip dari Kantor Berita Antara, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpeluang tumbuh di tengah resesi yang terjadi di Jepang dan Inggris. “Tentu kan tahun depan sendiri kita harapkan pertumbuhannya itu lebih baik. Kalau hari ini 5,05 persen, tahun depan siapa tau 5,5 persen. Ketika banyak negara resesi, tapi sebenarnya itu ada kesempatan buat Indonesia tumbuh. Tinggal bisa gak kita,” ucapnya.
Menurut Erick, Indonesia harus menciptakan pasar yang lebih ramah terhadap investor guna menumbuhkan ekonomi. Upaya tersebut dibarengi dengan konsolidasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mempermudah perizinan investasi guna membuka sebesar-besarnya pintu penanaman modal, sehingga sektor swasta dan BUMN bisa mendorong sektor ekonomi bertumbuh. (kmb/balipost)
Credit: Source link