JawaPos.com – Setelah tiga tahun berjuang, struggle melawan pandemi, kini Indonesia sudah bergerak menuju era normal seiring dengan diberhentikannya PPKM sejak 30 Desember 2022 lalu. Namun demikian, pandemi yang berlangsung sekian lama tentunya telah mengubah perilaku dan pertimbangan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal pernikahan.
Untuk melihat keputusan, rencana, serta pertimbangan generasi milenial dan Gen-Z, dalam mempersiapkan pernikahan mereka, perusahaan riset Populix baru-baru ini melakukan sebuah survei yang terangkum dalam laporan berjudul ‘Indonesian Gen-Z & Millennial Marriage Planning and Wedding Preparation’.
Berdasarkan survei tersebut, dikatakan bahwa 58 persen generasi milenial dan Z telah memiliki rencana untuk menikah, tetapi tidak dalam waktu dekat. Sementara 23 persen responden lainnya mengatakan belum atau tidak memiliki rencana untuk menikah.
“Survei kami menemukan bahwa sebagian besar generasi milenial dan Z memiliki rencana untuk menikah pada masa depan. Mereka menganggap 25-30 tahun sebagai usia ideal untuk menikah. Menariknya, sebagian gen-Z memiliki keinginan untuk menikah di usia yang lebih muda, yaitu 20-25 tahun, dibandingkan milenial yang merasa bahwa 30-35 tahun masih menjadi usia yang ideal untuk menikah,” ujar Eileen Kamtawijoyo, Co-Founder dan COO Populix.
Bahkan, lanjut Eileen, kedua generasi ini juga sudah mempersiapkan diri untuk membiayai pernikahan mereka sendiri. Di sisi lain, terdapat juga sebagian generasi milenial dan gen-Z yang mengatakan belum atau tidak memiliki rencana untuk menikah karena masih ingin fokus berkarier dan menikmati kehidupan pribadi.
Dari survei yang dilakukan terhadap 1.087 laki-laki dan perempuan yang didominasi oleh milenial dan Gen-Z lajang, ditemukan bahwa waktu ideal yang dibutuhkan dalam mempersiapkan pernikahan adalah 3-6 bulan. Adapun persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum menikah meliputi memiliki tabungan khusus untuk pernikahan sebanyak 83 persen.
Memilih tanggal pernikahan yang disetujui oleh semua pihak juga menjadi hal yang dirundingkan dengan angka 69 persen. Menentukan konsep acara pernikahan 64 persen.
Melakukan riset terkait acara pernikahan 63 persen. Melakukan konseling pranikah 62 persen. Melakukan check-up pranikah 59 persen dan membeli atau mencicil tempat tinggal 56 persen.
Sementara itu, generasi milenial dan Z menempatkan penghulu/pendeta/petugas pengesah pernikahan (26 persen) dan mahar (21 persen) sebagai hal utama yang perlu diprioritaskan dalam mempersiapkan pernikahan. Disusul tempat/venue pernikahan (9 persen), wedding organizer (7 persen), makeup artist (6 persen), katering (6 persen), baju pernikahan dan aksesori (5 persen), dokumentasi (4 persen), seserahan (4 persen), dan undangan pernikahan (3 persen).
Dari survei yang sama ditemukan bahwa dalam menyusun rencana pernikahan, mayoritas responden menginginkan konsep pernikahan modern (41 persen), diikuti dengan konsep pernikahan adat (30 persen), dan pernikahan dengan konsep keagamaan (20 persen).
Untuk mengadakan pernikahan tersebut, generasi milenial dan Z juga memilih untuk mengadakannya di sebuah ballroom/function room (44 persen) atau taman (30 persen), dengan estimasi 50-300 undangan hadir secara langsung. Generasi milenial dan Gen-Z juga berencana untuk menggunakan biaya sendiri bersama pasangan, dengan estimasi biaya yang dikeluarkan mulai dari Rp 10.000.000 hingga Rp 100.000.000.
Selanjutnya, dalam memilih tanggal pernikahan, 85 persen responden mengutamakan kesepakatan dengan pasangan dan keluarga. Selain itu, hal lain yang juga turut menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan tanggal pernikahan adalah tanggal baik menurut adat/agama (61 persen), menyesuaikan dengan ketersediaan tempat/venue pernikahan (47 persen), ketersediaan vendor tertentu seperti fotografer dan makeup artist (38 persen), serta berdasarkan tanggal penting menurut calon pengantin (36 persen).
Selain itu, mayoritas responden mengatakan ingin menggunakan jasa wedding organizer untuk membantu proses perencanaan dan mengurus keberlangsungan acara di hari pernikahan mereka. Beberapa hal yang turut dipertimbangkan oleh generasi milenial dan Z dalam memilih vendor yaitu harga yang ditawarkan (80 persen), pengalaman yang dimiliki vendor (69 persen), paket yang disediakan (66 persen), komunikasi dengan vendor (58 persen), dan rekomendasi dari teman/keluarga (49 persen).
Sedangkan hal yang membuat masyarakat enggan untuk menggunakan jasa wedding organizer adalah tidak merasa membutuhkan jasa wedding organizer (36 persen), keterbatasan biaya (29 persen), dan merasa mampu mengurus pernikahan tanpa bantuan wedding organizer (29 persen).
Untuk memilih perusahaan penyedia jasa wedding organizer tersebut, sebagian besar masyarakat mencari informasi melalui media sosial (77 persen) dan rekomendasi dari teman/keluarga (72 persen). Selain itu, masyarakat juga mendapatkan informasi dari situs atau aplikasi khusus pernikahan (52 persen), pameran pernikahan (39 persen), dan rekomendasi dari artis/influencer (29 persen).
Dalam mempersiapkan pernikahan tentunya calon pengantin akan menghadapi beberapa tantangan. Survei Populix menunjukkan beberapa tantangan yang mungkin dihadapi oleh generasi milenial dan Z dalam mempersiapkan pernikahan mereka adalah biaya yang terbatas (64 persen), perbedaan ekspektasi atau keinginan dengan orang tua (60 persen), sulit menemukan kesepakatan dengan pasangan (45 persen), sulit menemukan kesepakatan dengan vendor (45 persen), dan waktu persiapan yang terbatas (30 persen).
Sebagai informasi juga, penelitian dilakukan pada 1-3 Februari 2023. Survei dilakukan secara online melalui aplikasi Populix terhadap total 1.087 responden laki-laki dan perempuan generasi milenial dan Z di Indonesia.
Adapun durasi pengerjaan survei dikatakan mencapai sekitar 15 menit. Pertanyaan survei dikemas dalam bentuk kuesioner tertutup dengan format pilihan ganda tunggal dan pilihan ganda kompleks.
Credit: Source link