Hadapi Ancaman Resesi, Ciptakan Resiliensi Ekonomi dengan Fintech

by

in
Executive Director Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Mercy Simorangkir. (BP/iah)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Ancaman resesi global pada 2023 menjadi salah satu tantangan bagi perekonomian nasional. Namun di tengah menurunnya pertumbuhan ekonomi di banyak negara, Indonesia masih tumbuh dengan prudent, salah satunya lewat pemanfaatan financial technology (fintech). Demikian dikemukakan Executive Director Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Mercy Simorangkir ditemui di sela-sela pelaksanaan the 4th Indonesia Fintech Summit (IFS), Jumat (11/11) yang berlangsung di Legian, Badung.

Menurut Mercy, resesi global sebenarnya merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk memperbaiki diri agar lebih maju. Dalam upaya tak hanya pulih, tapi mampu menciptakan resiliensi ekonomi, ia menilai fintech bisa menjadi salah satu sektor penggeraknya.

Diakuinya, tak mudah mengubah perilaku masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan uang tunai dalam bertransaksi menjadi nontunai (cashless). Perubahan perilaku ini lah yang terus digenjot agar pertumbuhan ekonomi nasional bisa makin pesat seiring pemanfaatan fintech.

Ia mengatakan sejak 2019, November dicanangkan sebagai Bulan Fintech Nasional (BFN) untuk makin meliterasi masyarakat terkait keuangan digital. Di tahun yang sama, pelaksanaan Indonesia Fintech Summit juga rutin digelar sebagai acara tahunan yang mempertemukan stakeholder bidang teknologi keuangan ini, baik dari sisi regulator maupun pelaku usahanya. Bahkan pada 11 November ditetapkan sebagai Hari Fintech Nasional.

Dalam pelaksanaan BFN, lanjutnya, juga diperlihatkan perkembangan Fintech di Indonesia. Ia menyebut jika dilihat dari lingkup ASEAN, Indonesia termasuk pemimpin di bidang Fintech. “Perkembangan Fintech di Indonesia ternyata tidak kalah dengan negara-negara lain, terutama di ASEAN. Bahkan, perwakilan negara-negara ASEAN yang hadir mengakui jika Indonesia itu leader,” ujarnya didampingi Abynprima Rizki, Director of Marketing, Communication, and Community Development AFTECH.

Namun dalam pengimplementasian fintech, diakuinya, masih terdapat cukup banyak kendala. Salah satunya terkait literasi keuangan masyarakat yang dikutip dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeksnya saat ini mencapai 49,68 persen. “Bila dilihat dari indeks yang di bawah 50 persen ini, angkanya masih relatif kecil. Sehingga menjadi PR bersama untuk meliterasi masyarakat terkait keuangan, terutama keuangan digital,” ujarnya.

Kendala lainnya, lanjut Mercy, terkait integritas fintech di masyarakat. Sehingga lewat IFS ini diharapkan bisa menghasilkan kesepahaman sama terkait pengelolaan yang baik dan berkelanjutan agar integritas fintech makin baik.

Ia berharap IFS ini bisa memberikan masukan atau advokasi pada pemerintah dalam hal regulasi yang mendukung berkembangnya ekosistem fintech. “Ada agenda penting yakni mendukung pengembangan keuangan digital sehingga bisa mengedukasi masyarakat terkait fintech ini. Harapannya bisa lebih banyak lagi masyarakat yang terjangkau dan bisa membuka
kesempatan-kesempatan sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Ditambahkan Abynprima, terdapat 600 orang yang hadir offline dalam IFS ke-4 ini. Karena sifatnya hybrid, terdapat pula yang hadir secara online dengan jumlah sekitar 2.350 orang. Tak hanya dari Indonesia, IFS kali ini juga dihadiri peserta dari Jepang, Filipina, Thailand, Singapura, dan Malaysia.

Ekonomi digital di Indonesia memiliki prospek yang sangat baik dengan perkiraan mencapai USD124 miliar sampai USD146 miliar pada 2025 karena adanya dorongan akselerasi perkembangan ekonomi digital dengan berbagai inovasi yang dilakukan. Data OJK menyebut saat ini  ekonomi digital domestik bernilai lebih dari USD70 miliar, tertinggi di ASEAN. (Diah Dewi/balipost

Credit: Source link