JAKARTA, BALIPOST.com – Indonesia siap jadi pusat penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture storage) dunia dan siap mendukung implementasinya lewat kebijakan terkait.
“Saat ini kita sedang menghadapi perubahan iklim, hal ini juga dapat mendukung bagaimana kita menangkap CO2 dan menyuntikkannya ke alam. Teknologi ini sudah ada sejak puluhan tahun sehingga Indonesia bisa menjadi pusat penangkapan karbon karena kita punya 400 giga ton tempat penyimpanan penangkapan karbon. Jadi saya ingin melihat tindak lanjutnya,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan di Jakarta, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (13/9).
Luhut menyampaikan hal tersebut saat menutup International and Indonesia Carbon Capture Storage (IICCS) Forum 2023 di mana ia menilai pengembangan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) memiliki peluang bisnis di masa depan.
Luhut juga melihat bahwa industri yang menggunakan energi secara masif siap tumbuh menjadi industri berkelanjutan dan menjadi salah satu pemangku kepentingan implementasi CCS.
Sementara itu, dari aspek keuangan dan bisnis dengan jelas menunjukkan bahwa CCS berpotensi untuk menarik investasi besar di masa depan.
“Peraturan apa pun yang perlu kami tetapkan, akan kami tetapkan. Saya ingin peraturan ini bisa segera ditetapkan bulan ini, jadi kita perlu bekerja sama untuk mewujudkan, serta menindak lanjuti hal ini karena tidak banyak orang yang mengetahui tentang Blitar Reservoir dan saline aquifer. Tidak banyak orang yang mengetahui hal ini padahal ini sangat berpotensi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat dan strategis dalam bidang ini,” ujar Luhut.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan aturan terkait pengembangan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon agar Indonesia dapat menyediakan layanan penyimpanan karbon dioksida atau CO2 dari berbagai negara.
Langkah pertama yang disiapkan oleh pemerintah, kata Tutuka, adalah menyiapkan peraturan presiden sebagai payung utama dalam menjalankan bisnis teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS). “Nanti rincian ada di peraturan menteri turunannya yang perlu dibentuk,” kata Tutuka.
Setelah perpres terkait impor karbon dioksida tersebut rampung, lanjut Tutuka, mekanisme bisnis dapat dibicarakan antar perusahaan yang terlibat.
Berdasarkan studi Lemigas Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan karbon sekitar 2 giga ton CO2 untuk reservoir migas yang telah habis, serta sekitar 10 giga ton CO2 untuk reservoir air bersalinitas tinggi.
Teknologi Carbon Capture and Storage/Capture Carbon Utilization and Storage (CCS/CCUS) merupakan teknologi untuk penangkapan dan penyimpanan karbon sebagai alah satu solusi untuk menangani perubahan iklim global akibat emisi gas rumah kaca.
Metode CCS dilakukan dengan cara menginjeksikan CO2 ke dalam tanah, sekitar 20 kali ketinggian Monas, agar bisa larut dalam lapisan air dan berikatan secara kimia di permukaan batuan tanah sehingga tersimpan secara permanen. (Kmb/Balipost)
Credit: Source link