SELAIN strategi pemasaran yang tepat, para produsen film Indonesia juga perlu selalu memperhatikan kualitas karya alias quality content mereka. Promosi itu penting. Namun, jika kualitas produknya tidak bagus, produsen tetap tidak akan bisa mengambil hati audiens. Akibatnya, film juga tidak akan bertahan lama di bioskop.
“Dalam film, aku pikir kita harus fokus membuat karya yang baik dulu. Karya yang baik tentu saja yang komunikatif. Bisa memahami kegelisahan, kemudian memahami situasi masyarakat saat ini,” tutur Fajar Nugros, sutradara film Inang, saat mampir ke redaksi Jawa Pos pada Selasa (25/10).
Tentang animo penonton ke bioskop untuk menonton film Indonesia, Hanung Bramantyo punya pendapat sendiri. “Saya komentar soal kualitas yang tidak ada kaitannya dengan selera,” ucapnya pada Rabu (26/10). Kualitas yang dimaksud adalah sinematografi, pencahayaan, performa aktor, dan musik yang digunakan.
Hanung menyebut KKN di Desa Penari sebagai film horor yang dibuat dengan kualitas gambar yang apik dan tata suara yang mantap. “Soal cerita bagus atau tidak bagus, itu selera,” ungkap sutradara yang juga produser dan penulis skenario itu. Karena itu, dia tidak bisa mengatakan bahwa film-film yang berkualitas bagus selalu laris ditonton.
Lebih lanjut mengenai kualitas, Hanung mengatakan bahwa jam terbang punya peran krusial. Baik itu jam terbang si sutradara, para aktor, si sinematografer, maupun si penulis naskah. “Jam terbang tim produksi film itu saya ibaratkan jam terbang pemain sepak bola,” katanya. Dengan sering bermain, jam terbang pemain bola makin tinggi dan skill kian terasah. Menurut Hanung, itu juga berlaku di industri film.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek Ahmad Mahendra menyebut film nasional sedang on fire. Dia mengaku bangga karena jumlah penonton film nasional menyalip jumlah penonton film asing. Itu membuktikan strategi pemerintah untuk tetap mempertahankan ekosistem perfilman tanah air tidak salah.
“Bioskop tutup tidak apa-apa. Tapi, pembicaraan soal film jangan sampai hilang,” tegas Mahendra. Pemerintah menjaga agar perfilman nasional tidak mati suri saat pandemi Covid-19 sedang ganas-ganasnya. Sebab, jika sampai mati suri, menghidupkannya kembali butuh upaya ekstra.
Karena itu, Kemendikbudristek mendukung insan-insan film untuk mengikuti festival di luar negeri sejak 2021. Di antaranya, film Yuni yang menang di Festival Film Internasional Toronto (TIFF) dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang menyabet Golden Leopard di Locarno. “Kami bantu untuk pengiriman misi dalam festival-festival film internasional,” terangnya.
Editor : Ilham Safutra
Reporter : adn/wan/c18/hep
Credit: Source link