Kalau Dulu Ada Kerja Paksa, Tanam Paksa, kini Ekspor Paksa

JawaPos.com – Pemerintah tetap bersikukuh menjalankan hilirisasi di tengah kekalahan gugatan dispute settlement body (DSB) yang dilayangkan World Trade Organization (WTO) atas kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Presiden Joko Widodo menegaskan, pemerintah tak akan menyerah memperjuangkan hilirisasi.

Jokowi bahkan mengingatkan pada kondisi di zaman penjajahan silam saat ada sistem tanam paksa. “Dulu zaman VOC, zaman kompeni, itu ada yang namanya kerja paksa, ada yang namanya tanam paksa. Zaman modern ini muncul lagi, ekspor paksa. Ekspor paksa. Kita dipaksa untuk ekspor,” katanya di Jakarta Jumat (2/12).

Menurut presiden, Indonesia memiliki hampir semua yang dibutuhkan untuk membuat ekosistem baterai listrik dan turunannya. Hal itu membuat negara lain bergantung pada RI.

Jokowi mencontohkan dua negara yang berhasil membuat negara lain bergantung pada produk mereka. Yakni, Taiwan dengan produk cipnya dan Korea Selatan dengan komponen digitalnya.

Selain itu, kehadiran ekosistem besar kendaraan listrik juga akan mendongkrak pendapatan negara, baik melalui penerimaan pajak, royalti, dividen, bea ekspor, maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Jika penerimaan negara bertambah, Jokowi melanjutkan, berarti anggaran untuk dana desa juga bertambah. Dengan demikian, masyarakat desa akan turut menikmati hasil dari ekosistem kendaraan listrik yang tengah dibangun oleh pemerintah.

Dia memastikan bahwa pemerintah akan mengajukan banding terhadap putusan WTO. Menurut Jokowi, Indonesia memiliki hak untuk melakukan hilirisasi sumber daya alam (SDA).

“Ini barang kita kok. Memang sudah saya sampaikan kemarin kita kalah. Tapi, apakah kita langsung ingin berhenti saja, oh ndak,” tegasnya.

Sementara itu, purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Indonesia melambat. Dari Oktober yang mencapai 51,8 menjadi 50,3 pada November.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan, meski melambat, PMI manufaktur RI masih berada di level ekspansif. Level itu masih terjaga dalam 15 bulan secara berturut-turut.

“Permintaan dalam negeri diindikasi masih cukup kuat, sebagaimana ditunjukkan oleh stabilitas konsumsi dalam negeri hingga saat ini,” ujarnya di Jakarta Jumat (2/12).

Dia melanjutkan, penciptaan lapangan kerja juga masih ekspansif dan diharapkan bisa konsisten. Menurut Febrio, manufaktur justru menjadi salah satu sektor penting dalam menjaga kesinambungan pemulihan ekonomi domestik.

“Terutama di tengah kenaikan risiko dan ketidakpastian perekonomian global,” imbuhnya.

PMI MANUFAKTUR NOVEMBER 2022 BEBERAPA NEGARA

Indonesia: 50,3 (Oktober 51,8)

Vietnam: 47,4 (Oktober 50,6)

Jepang: 49,0 (Oktober 50,7)

Myanmar: 44,6 (Oktober 45,7)

Malaysia: 47,9 (Oktober 48,7)

Tiongkok: 49,4 (Oktober 49,2)

Sumber: Kemenkeu


Credit: Source link