Ilustrasi kuliah dari rumah di depan komputer (Foto: Agsinger)
Jakarta, Jurnas.com – Sudah satu minggu terakhir, aktivitas Hasna di ponsel menjadi lebih sibuk dari biasanya. Namun hal itu dilakukan bukan untuk memeriksa pesan WhatsApp maupun media sosial, melainkan perkuliahan.
Kepada Jurnas.com, Hasna mengatakan semenjak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengeluarkan instruksi belajar dari rumah, kampusnya, Institut Pertanian Bogor (IPB) meniadakan pembelajaran tatap muka.
Karenanya kini, seluruh aktivitas perkuliahan, apapun bentuknya, dialihkan menjadi metode dalam jaringan (daring/online), termasuk ujian tengah semester yang sedang ia jalani.
Meski sekilas kebijakan ini tampaknya menjadi kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga, perempuan asal Sumedang, Jawa Barat itu tak sepenuhnya berkenan dengan sistem daring.
Hasna mengaku harus mengeluarkan kocek lebih banyak untuk membeli kuota internet, sebab kini dia harus mengikuti satu per satu perkuliahan dan ujian melalui kelas-kelas maya.
“Gampang banget kuotanya habis. Padahal buat ujian doang. Habis 11 gigabit. Itupun baru ujian, belum kuliahnya,” keluh Hasna saat dihubungi pada Kamis (2/4).
Tidak cuma boros kuota, sistem perkuliahan daring menurut Hasna tidak efektif, terutama dalam kegiatan UTS yang sedang berlangsung.
Mahasiswi Fakultas Pertanian ini mengungkapkan, saat pelaksanaan banyak kekacauan yang terjadi, termasuk kekurangan waktu, serta kendala sinyal yang dialami oleh sejumlah mahasiswa.
“Ada yang protes waktunya kurang. Ada juga yang kepencet kirim padahal belum selesai. Terus dibilang tidak boleh buka buku, tapi ya gimana, dosennya tidak bisa mantau,” tutur dia.
Namun Hasna menambahkan, tidak semua dosen menuntut untuk melaksanakan perkuliahan melalui platform yang menyedot kuota. Sejumlah dosen lebih memilih mengirimkan materi di grup WhatsApp, untuk selanjutnya didiskusikan.
“Jadi nanti sehari sebelumnya dikirim, terus dibaca pas jam pelajaran,” tandas dia.
Sementara dalam kesempatan terpisah, Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Nizam mengimbau perguruan tinggi agar lebih fleksibel dalam penerapan belajar daring.
Hal ini, menurut Nizam perlu dilakukan mengingat beragamnya kondisi tiap daerah dan perguruan tinggi.
“Untuk karya tulis akhir tidak harus berupa pengumpulan data primer di lapangan atau laboratorium. Metode dan waktunya bisa beragam dan fleksibel sesuai bimbingan dari dosen pembimbing,” terang dia.
Nizam juga mempersilakan perguruan tinggi bila perlu mengatur kembali jadwal dan metode ujian dengan memerhatikan situasi dan kondisi di kampus.
Beragam metode tidak konvensional bisa dijadikan pilihan, seperti dalam bentuk penugasan, esai, kajian pustaka, analisa data, dan proyek mandiri.
“Yang penting didasarkan pada learning outcome atau capaian pembelajaran yang diharapkan. Jadwal praktik bisa digeser, akhir semester bisa digeser, kalender akademik bisa disesuaikan. Yang tidak boleh dikompromikan adalah kualitas pembelajarannya,” tutup Nizam.
TAGS : Kuliah Daring Boros Kuota Keluhan Mahasiswa
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/69947/Ketika-Kuliah-Daring-Malah-Bikin-Boros-Kuota/