Kiai dari Tiga Wilayah Jawa Berkumpul, Bahas Tantangan Besar NU

by

in

JawaPos.com – Para kiai Nahdlatul Ulama (NU) dari tiga wilayah Jawa berkumpul. Mereka membahas tantangan realitas di era milenial pasca pandemi.

Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, era milenial membawa perubahan-perubahan sosial, budaya, serta politik yang sangat fundamental. Efeknya, ruang fisik bagi aktualisasi tradisi pun semakin menyempit.

“Dalam kondisi tersebut NU dan pesantren bakal terancam larut dalam dinamika yang terjadi tanpa kontribusi,” kata Yahya Cholil Staquf dalam sarasehan kiai NU yang berlangsung di Pondok Pesantren Al Munawwir, Krapyak, Jogjakarta, Senin (22/3).

Di tengah situasi ini, menurut Yahya Cholil Staquf yang biasa Gus Yahya itu, NU sebagai organisasi (jam’iyyah) membutuhkan penjernihan, agar gesturnya bisa menghadirkan cita-cita dasar. Yakni, khitthah Nahdliyyah yang lebih utuh.

“Tahliyatul jam’iyyah (menjernihkan organisasi) itu menuntut penegasan agenda-agenda dan penataan (tandhim) organisasi yang lebih rapi,” ujar Gus Yahya.

Selain Gus Yahya, sarasehan kiai NU itu turut dihadiri oleh KH Ubaidillah Faqih (Langitan, Tuban), KH Abdussalam Shohib (Denanyar, Jombang), KH Abdul Hakim Mahfudh (Tebuireng, Jombang), KH Mu’adz Thohir (Kajen, Pati), KH Yusuf Chudlori (Tegalrejo, Magelang), dan KH Adib Rofi’uddin (Buntet, Cirebon).

Hadir pula Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidillah Shodaqoh, Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur KH Marzuki Mustamar, dan Yenny Wahid, putri Gus Dur.

Lebih jauh Gus Yahya mengatakan, untuk mewujudkan NU harapan tersebut perlu sekurang-kurangnya tiga hal. “Visi masa depan yang valid, komitmen kepemimpinan yang kokoh, dan konstruksi (tandhim) organisasi yang koheren,” kata Gus Yahya.

Sementara itu, KH Ubaidillah Shodaqoh mengatakan, perlu menekankan soal kebutuhan yang mendesak untuk mengonsolidasikan struktur kepengurusan NU sampai ke tingkat ranting.

Sedangkan Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur KH Marzuki Mustamar menyoroti tiga kebutuhan mendasar bagi NU ke depan. “Pertama, mengawal regenerasi kepemimpinan untuk memelihara kredibilitas NU di tengah masyarakat. Kedua, memperkuat kembali komitmen kepemimpinan NU kepada warga di tingkat basis. Ketiga, menghadirkan NU secara nyata dalam dinamika masyarakat,” jelasnya.

Baca juga: Sweta Kartika Kenalkan Budaya Nusantara lewat Komik

Di sisi lain, Yenny Wahid mengingatkan tantangan-tantangan NU yang muncul akibat berbagai macam disrupsi, baik teknologi maupun disrupsi akibat pandemi. “NU dan pesantren harus merespons disrupsi-disrupsi itu secara tepat dan strategis,” harap Yenny Wahid.

Saksikan video menarik berikut ini:


Credit: Source link