Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif
Jakarta – PT Nusa Konstruksi Enjiniring resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perusahaan yang sebelumnya bernama PT Duta Graha Indah (DGIK) ini ditetapkan sebagai tersangka tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun 2009-2011.
PT Nusa Konstruksi Enjiniring melalui mantan Dirut PT DGI, Dudung Purwadi diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait proyek yang menelan biaya sekitar Rp 138 miliar itu. Korupsi itu mengakibatkan dugaan kerugian negara senilai Rp 25 miliar.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief mengungkapkan sejumlah penyimpangan yang dilakukan PT NKE atau PT DGI dalam menggarap proyek tersebut. Pertama, PT DGI merekayasa penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri). Kedua, PT DGI merekayasa proses tender dengan mengkondisikan agar keluar sebagai pemenang tender.
“Dalam perkara pembangunan RS Udayana ini diduga terdapat penyimpangan, yakni rekayasa dalam penyusunan HPS,dan rekayasa dalam proses tender, dengan mengondisikan PT DGI sebagai pemenang tender,” ungkap Laode di Gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7/2017).
Kemudian, lanjut Laode, terdapat aliran dana dari PT DGI kepada PT Mahkota Negara. Perusahaan tersebut diketahui merupakan salah satu anak perusahaan Permai Group, kerajaan bisnis mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.
Diduga, uang dari PT DGI itu mengalir kepada sejumlah pejabat lelang proyek pembangunan RS Udayana. Salah satunya Panitia Pembuat Komitmen (PPK)sekaligus Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana, I Made Meregawa.
“(Penyimpangan) Berikutnya lagi atas dugaan kemahalan satuan harga dengan pemerintah membayar lebih tinggi,” terang Laode.
Atas dugaan tersebut, PT NKE dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ini merupakan perusahaan pertama yang dijerat KPK jadi tersangka.
Penguatan hukum untuk menjerat korporasi dalam kasus korupsi tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13/ 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Perma tersebut bakal membantu lembaga penegak hukum, termasuk KPK untuk menjerat korporasi.
Laode mengklaim bahwa pihaknya akan selangkah lebih maju untuk menjerat korporasi yang diduga melakukan korupsi. Berdasarkan kajian yang dilakukan dengan lembaga antirasuah di sejumlah negara, kata Laode, menjerat korporasi memberikan dampak yang besar.
”Maka KPK, yang juga berdasarkan para ahli antikorupsi di negara-negara maju, mengejar orang itu nggak terlalu punya dampak besar. Mengejar perusahaannya itu yang paling besar dampaknya,” terang dia.
Lebih lanjut dikatakan Laode, lembaga antirasuah di negara lain juga memberikan contoh kasus yang turut menjerat korporasi. Salah satunya Rolls-Royce dan Siemens.
Menurut Laode, perusahaan-perusahaan itu melakukan perubahan besar-besaran sejak terjerat kasus dan dianggap bersalah.
Secara statistik, lanjut Laode, pihak yang dijerat KPK sebagai tersangka lebih banyak dari unsur swasta. Dalam kurun penyidikan dari 2004-Marer 2017, ada 163 pejabat swasta yang ditetapkan tersangka dari 594 kasus yang ditangani.
”karena itu kita lihat apa benar inisiatif diri sendiri atau bagian sari usaha atau upaya perusahaan atau korporasinya,” tandas Laode.
TAGS : Korupsi Korporasi KPK DGIK
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/19251/KPK–Pembangunan-RS-Udayana-Diduga-Terdapat-Penyimpangan/