JawaPos.com- Jakarta, Sejumlah kajian menyebutkan krisis iklim sudah di depan mata. Sektor yang paling rentan terdampak krisis iklim adalah pertanian. Sayangnya upaya mitigasi dampak krisis iklim di sektor pertanian masih rendah.
Sorotan tersebut disampaikan Ketua Umum DPP Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rina Sa’adah. Menurut dia, dampak krisis iklim pada sektor pertanian bisa sangat berat. Mulai dari ancaman penurunan produktivitas beras hingga kedaulatan pangan bangsa Indonesia secara umum. Dia mengatakan krisis iklim menjadi momok pertanian global. Karena mengubah produksi dan sistem pangan.
Rina menegaskan langkah mitigasi dan penanganan dampak krisis iklim pada pertanian relatif rendah. Atau kalaupun ada belum dijalankan secara merata. “Misalnya ketika La Nina terjadi, sawah yang siap panen terdampak banjir, atau gabah yang dihasilkan memiliki kadar air yang tinggi sehingga berdampak pada harga jual,” terangnya kepada wartawan Jumat (20/1).
Sebaliknya ketika El Nino menerjang, petani gagal panen dikarenakan sawah tidak mendapatkan pasokan air yang cukup. Kondisi ini terutama saat musim tanam kedua.
Dengan demikian, lanjut Rina, tantangan peningkatan produksi pangan beras akan menemukan tantangan baru. Dia mengatakan krisis iklim telah terbukti berdampak pada produksi. Ini bisa terlihat dalam laporan bahwa kenaikan muka air laut terbukti mempengaruhi dengan berkurangnya 3,5 juta ton produksi beras. “Angka ini setara dengan pemenuhan beras untuk 17,7 juta orang,” tuturnya.
Masalah lainnya adalah inkonsitensi kebijakan. Kemudian kurangnya kemauan politik dan dukungan dari kementrian atau lembaga terkait. Selai itu ada kesulitan meyakinkan pembuat kebijakan karena mereka menganggap pertanian cerdas iklim bukan masalah politik. “Menurut hemat saya, ada beragam faktor yang membuat perubahan iklim dalam kausalitasnya dengan pertanian di Indonesia,” urainya. Mulai dari arus utama kebijakan pembangunan pertanian, yang belum sepenuhnya mempromosikan pertanian cerdas iklim sebagai paket kebijakan strategis nasional.
Dalam diskusi publik bertajuk, Krisis Iklim Mengancam Produksi Beras dan Kedaulatan Pangan Indonesia, yang digelar DPP Pemuda Tani HKTI bekerjasama dengan Yayasan Indonesia Cerah, Rina mengatakan kesadaran petani juga perlu dibangun. Khususnya kesadaran untuk menanam varietas tanaman yang berbeda dalam satu hamparan.
Menurut Rina kesadaran tersebut masih rendah. Petani masih dominan menggunakan skema monokultur. Lalu konservasi tanah dan air juga masih rendah. Padahal salah satu strategi adaptasi mengurangi dampak variabilitas iklim adalah dengan mengurangi pertanian monokultur. Selain itu dengan penggunaan varietas yang toleran pada kekeringan, rendaman, dan pemanfaatan varietas unggul rendah emisi. (*)
Editor : Dinarsa Kurniawan
Reporter : Hilmi Setiawan
Credit: Source link