Masih Minim, Kesadaran Masyarakat Gunakan Transportasi Umum

Bus Trans Metro Dewata melintas di Simpang Enam, Denpasar. Moda transportasi publik ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal oleh warga Kota Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak dihentikannya pengoperasian angkutan umum Bus Trans Sarbagita pada 1 September 2021, Bus Trans Metro Dewata menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat dalam hal transportasi umum perkotaan. Bus yang diluncurkan sebanyak 105 armada namun dioperasikan 95 unit ini, diluncurkan pada September 2020.

Meskipun demikian, kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan transportasi umum ini masih minim. Padahal, rute yang dilayani Bus Trans Metro Dewata ini sangat strategis. Yaitu, Koridor 1 Terminal persiapan – Central Parkir Kuta, Koridor 2 GOR Ngurah Rai – Airport Ngurah Rai, Koridor 3 Dalung – Pantai Matahari Terbit Sanur, dan Koridor 4 Terminal Ubung – Central Parkir Monkey Forest Ubud.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Samsi Gunarta, mengakui masyarakat masih kurang antusias. Dari Januari hingga Juli 2021, total pengguna bus di Koridor 1 baru mencapai 335.204 orang, Koridor 2 mencapai 264.266 orang, Koridor 2 mencapi 227.430 orang, dan di Koridor 4 mencapai 289.404 orang. “Belum antusias (masyarakat pengguna Bus Trans Metro Dewata, red). Masih perlu sosialisasi yang masif,” ujar Samsi Gunarta, Senin (11/10).

Dikatakan, seluruh anggaran operasional bus yang dikelola PT Surveyor Indonesia ini sepenuhnya dari Pemerintah pusat yang langsung dibayar ke operator (PT Satria Trans Jaya) berdasarkan capaian kilometer tempuh. Untuk tahun 2021, biaya operasioanl yang dianggarkan kurang lebih Rp 80 miliar.

Pengamat transportasi, Ir. I Wayan Muliawan, MT., menilai kurang antusiasnya masyarakat Bali yang menggunakan transportasi publik disebabkan karena pola pikir susah diubah. Kebanyakan masyarakat Bali sudah nyaman dengan transportasi pribadi.

Menurut dosen Teknik Universitas Warmadewa (Unwar) ini, penggunaan kendaraan umum (point to point) bertolak belakang dengan penggunaan kendaraan pribadi (door to door). Pengguna kendaraan pribadi tidak tergantung pada rute yang harus dilalui.

Kendaraan pribadi bebas bergerak sesuai asal dan tujuan mereka. Berhenti juga tidak diatur, kapan dan dimana saja.

Sedangkan pengguna kendaraan umum sangat terbatas sekali geraknya. Masyarakat tidak bisa naik kendaraan umum disembarang tempat. Harus mengikuti aturan.

Selain itu, untuk mendapatkan kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun kendaraan roda empat sangat mudah. Oleh sebab itu, budaya semacam ini penting untuk diubah. Sebab, tanpa adanya perubahan pola pikir masyarakat, sulit mengharapkan transportasi publik berjalan sesuai harapan. (Winatha/balipost)

Credit: Source link