JawaPos.com – Pandemi Covid-19 belum usai, namun berbagai risiko global pun sudah banyak bermunculan mulai dari konflik Rusia dan Ukraina, melonjaknya harga komoditas, ancaman inflasi, hingga pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan berbagai negara di dunia.
Dengan berbagai kekhawatiran tersebut, pertumbuhan global tampaknya akan melambat tajam tahun ini, yang juga memicu kekhawatiran resesi. Untuk ekonomi global secara keseluruhan, risiko resesi pada tahun 2022 memang masih tampak terbatas.
Pembukaan kembali ekonomi, simpanan yang tinggi, permintaan, dan pasar tenaga kerja yang ketat berpotensi untuk mendukung pertumbuhan global tahun ini di tengah kebijakan moneter yang lebih ketat dan melonjaknya harga komoditas. Namun, untuk tahun 2023, risiko ekonomi dunia mengalami resesi meningkat.
Kenaikan suku bunga tahun ini kemungkinan akan dirasakan lebih pada tahun 2023 dan efek dari pembukaan kembali juga kemungkinan akan memudar pada tahun depan. Bank Sentral AS, The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada bulan Juni dan Juli setelah 50 bps awal pada bulan Mei menjadi 0,75 persen sampai satu persen.
Otoritas moneter Negeri Paman Sam juga kemungkinan akan terus menaikkan suku bunga hingga mencapai 2,75 persen sampai tiga persen pada awal tahun depan. Akibatnya, kenaikan suku bunga Fed ini berpotensi membatasi pertumbuhan pada tahun 2023.
Selain menaikkan suku bunga acuan, The Fed juga merencanakan normalisasi neraca atau balance sheet dengan pengurangan USD 47,5 miliar per bulan mulai Juni 2022 dan pengurangan USD 90 miliar per bulan mulai September 2022.
Credit: Source link