JawaPos.com – Bagi sineas Riri Riza, mengangkat tema-tema keberagaman Indonesia seperti membuka pintu ke banyak keindahan. Baik keelokan alam maupun manusia-manusianya.
“Di Atambua, Belitung, Jogjakarta, maupun Makassar, saya bertemu dengan pengalaman dan pengetahuan baru. Satu hal lain yang paling menarik, saya bisa bangga dengan hal-hal sederhana dari bangsa ini,” jelas Riri dalam pesan suara yang diterima Jawa Pos.
Lewat karya-karyanya, Riri memang banyak berbicara tentang Indonesia dari berbagai sudut pandang. Atambua 39 Celsius, misalnya, berkisah tentang orang-orang yang eksodus dari Timor Timur (kini Timor Leste) ke Atambua di Nusa Tenggara Timur setelah referendum 1999.
Pada 3 Hari untuk Selamanya, sebuah road movie, Riri memaparkan perjalanan darat sepasang saudara dari Jakarta ke Jogjakarta dengan beragam persoalan yang menyertai. Laskar Pelangi yang diangkat dari novel laris karya Andrea Hirata menceritakan pertemanan anak-anak setempat di sekolah yang hampir roboh.
Sineas Bene Dionysius Rajagukguk mengakui, tema kedaerahan di luar Jakarta atau luar Jawa tidak mudah dijual. Karena di industri film Indonesia mayoritas selalu Jakarta-sentris atau Jawa-sentris.
Fenomena itu pula yang jadi tantangan ketika dia menggarap Ngeri-Ngeri Sedap. Film yang sangat kental menampilkan etnis Batak, Sumatera Utara. ’’Jadi, tantangan mengangkat tema kedaerahan dalam film adalah meyakinkan investor dan penonton bahwa Indonesia tidak sekadar Jawa dan Jakarta,’’ imbuhnya.
Latar belakang sebagai stand-up comedian menjadi bekal Bene dalam mengerjakan film. Teorinya: Apa pun yang dilakukan menjadi karya harus berasal dari keresahan. Termasuk saat membuat film. Pengalaman hidup di masa lalunya sangat memengaruhi karyanya.
Di Ngeri-Ngeri Sedap, Bene berusaha mengenalkan budaya, kehidupan, dan ritual masyarakat Batak. Menurut dia, film merupakan produk seni yang mudah dipahami orang sehingga ketika menonton lebih mudah dan menempel di kepala.
Karena itu, Bene mengajak artis berdarah Batak untuk memainkan beragam peran yang tertulis di skenario. Selain masalah logat, ini juga soal keterwakilan. Memerankan sesuatu yang lekat dengan kepribadian sukunya.
Terbukti tidak hanya dalam proses syuting, tapi juga promosi. Semuanya dengan total, solid, dan penuh cinta. Formula itu pun berbuah manis. Film Ngeri-Ngeri Sedap meraup 2.662.874 penonton sejak tayang pada 2 Juni–5 Juli 2022. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno tercatat ikut menonton langsung di bioskop.
Di mata Sandi, Ngeri-Ngeri Sedap membawa misi khusus untuk meningkatkan pariwisata Danau Toba. Pasalnya, kawasan tersebut merupakan salah satu pariwisata prioritas Indonesia.
Selain itu, menyentil orang-orang Batak yang sudah lama merantau jadi kangen kembali ke kampung dan pengin pulang. “Jadi banyak sekali wajah Indonesia di film,” tandasnya.
Bersama rumah produksi Miles Films, Riri Riza telah melahirkan puluhan film lokal sejak 1998. Riri memang dikenal sebagai filmmaker yang piawai menjadikan potret sosial, isu, atau budaya masyarakat Indonesia menjadi bahan referensi filmnya.
“Karena film adalah medium populer yang sangat kompleks, kaya, dan diminati banyak orang. Ada suara, gambar, keindahan sinematografi, dan lainnya yang bisa memperkenalkan Indonesia lebih luas,” kata Riri.
Editor : Ilham Safutra
Reporter : shf/han/c18/ttg
Credit: Source link