Zainut Tauhid (Foto: Teropong Metro)
Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau umat Islam tak mempertentangkan perbedaan pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1439 H/2018 M, yang jatuh Rabu, 22 Agustus 2018 besok.
Sebab penentuan Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, MUI tetap berpedoman pada Fatwa MUI No. 2 Tahun 2004, dengan menggunakan metode rukyatul hilal dan hisab.
“MUI mengharapkan kepada umat Islam untuk bisa menerima perbedaan Idul Adha ini dengan dewasa, sikap tasamuh dan toleran, saling menghargai, dan menghormati,” kata Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid pada Selasa (21/8) di Jakarta kepada redaksi.
Zainut menuturkan, dalam sidang isbat yang digelar oleh Kementerian Agama pada 11 Agustus 2018, disepakati bahwa posisi hilal masih di bawah ufuk, atau minus satu derajat 43 menit, berdasarkan laporan tim pemantau hilal di 92 titik. Sehingga, hilal tidak mungkin terlihat.
Untuk itu, lanjut Zainut, sidang isbat menetapkan Dzulqaidah 1439 H disempurnakan menjadi 30 hari, atau istikmal.
“Tanggal 1 Dzulhijjah diputuskan jatuh pada Senin, 13 Agustus 2018, dan Hari Raya Idul Adha jatuh pada 10 Dzulhijjah yang bertepatan dengan 22 Agustus 2018,” terangnya.
Adapun perihal perbedaan penetapan jatuhnya Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi, Zainut beralasan karena perbedaan mathla’, atau lokasi terbitnya hilal.
Meski Indonesia lebih awal dari sisi waktu karena perhitungan matahari, namun hilal yang terlihat di mathla’ berbeda, sehingga menyebabkan perbedaan dalam menentukan 1 Dzulhijjah.
“Bagi sebagian umat Islam yang mengikuti penetapan isbatnya sesuai dengan Arab Saudi, hari ini sudah berlebaran, karena 1 Dzulhijjahnya jatuh pada Ahad, 12 Agustus 2018. Sementara sebagian umar Islam yang lain masih melaksanakan puasa Arofah,” jelas Zainut.
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin