Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono menyita perhatian publik. Selama beberapa jam, rangkaian prosesi adat Jawa kombinasi Jogja dan Solo mendominasi layar kaca dan streaming. Segenap rangkaiannya menjadi perbincangan sampai sekarang.
KAESANG dan Erina sukses mengawinkan adat Solo dan adat Jogja dalam pernikahan sakral. Mulai pemilihan lokasi yang sarat nilai historis hingga detail aksesori pada tiap prosesinya. Pendopo Agung Royal Ambarrukmo dan Pura Mangkunegaran pun menjadi populer. Demikian juga histori tentang dua lokasi tersebut.
Sri Margana, peneliti dan dosen Sejarah Universitas Gadjah Mada, mengatakan bahwa pernikahan anak bungsu Presiden Joko Widodo tersebut mengajak masyarakat kembali ke periode 1915 dan 1921. ”Pada tahun-tahun tersebut, ada pernikahan antara keturunan Raja Surakarta dengan Raja Yogyakarta,” jelasnya kepada Jawa Pos kemarin (10/12).
Pada 1915, Pakubuwono X melamar putri Sultan Hamengku Buwono VII dari Kesultanan Yogyakarta yang bernama BRAj Mur Sudarinah. Royal wedding kala itu menjadi pertemuan pertama antara Raja Yogyakarta dan Raja Surakarta usai perpecahan trah Mataram. BRAj Mur Sudarinah kemudian bergelar GKR Hemas setelah menikah.
Pernikahan dua trah kerajaan kembali terjadi di tahun 1921. Adipati Mangkunegara VII meminang salah seorang putri Sultan Hamengku Buwono VII, yang kemudian menjadi permaisuri bergelar GKR Timoer. ”Maka pernikahan Kaesang dan Erina di dua lokasi tersebut seperti mengulang sejarah. Ada paralelisme kuat di sana,” jelasnya.
Prosesi adat Jawa yang dijalani lengkap oleh pengantin juga seakan menghidupkan kembali tradisi. ”Sekarang orang modern memilih akad di tempat ibadah, kemudian resepsi di hotel,” tuturnya. Adat Jawa yang dipilih oleh pengantin zaman now terbatas pada riasan saja. Namun, Kaesang dan Erina berbeda.
Menjadi menarik ketika bos Sang Pisang itu mantap memilih prosesi pernikahan yang panjang seperti yang dia jalani sekarang. Ritual demi ritual yang tidak sederhana itu memang kemudian menghadirkan kekhidmatan. Tapi sekaligus suguhan yang atraktif.
”Kita diingatkan bahwa kita punya tradisi luhur, yang tiap tahapnya memiliki makna yang bagus,” tutur Margana.
Tiap prosesi menunjukkan bagaimana orang Jawa memaknai kehidupan berumah tangga. Sebagai atraksi dan promosi budaya, pernikahan Kaesang dan Erina juga mengangkat penggunaan kereta kencana di berbagai kesempatan. Mulai akad nikah, jelang panggih, hingga ngundhuh mantu hari ini di Solo.
Insiwi Febriary, pengamat sejarah Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), mengatakan bahwa penggunaan kereta kencana mulai naik daun beberapa tahun terakhir. ”Berhasil mengenalkan bahwa kereta kencana ini pernah jadi alat transportasi zaman dulu,” jelasnya. Nantinya, saat kirab, kereta kencana digunakan oleh berbagai kalangan. Pejabat-pejabat negara bisa merasakan penggunaan kereta kencana sekaligus menjadi atraksi dan edukasi bagi masyarakat umum.
Saat ini kereta kencana yang banyak digunakan merupakan milik masyarakat umum. Namun, setiap kerajaan masih memiliki kereta kencana pusaka masing-masing. ”Baru akan dikeluarkan pada momen penting. Misalnya, adanya pernikahan keturunan raja,” jelasnya kemarin.
Perempuan yang sudah meneliti sejarah Mangkunegaran sejak 2006 itu meramalkan, kereta kencana pusaka di Pura Mangkunegaran bakal dikeluarkan saat KGPAA Mangkunegara X menikah. ”Sama seperti saat Sultan Hamengku Buwono X menggunakan kereta kencana pusaka saat menikahkan tiga putrinya,” kata Insiwi.
—
PERNIK-PERNIK PERNIKAHAN KAESANG & ERINA
– Dekorasi akad nikah serbaputih. Bunga-bunga yang digunakan mawar putih, anggrek bulan, peacock putih, dan baby breath.
– Suvenir yang diberikan berbeda di tiap acara. Di antaranya handuk dan candle crystal jar.
– Menu akad nikah meliputi salad sayur kalas, sup buntut dengan tumpeng nasi pandan wangi dan manuk nom. Makanan tersebut merupakan menu raja-raja Mataram.
– Erina menggunakan riasan paes ageng saat akad di Jogjakarta dan akan memakai riasan solo putri untuk resepsi di Solo.
– Akad nikah hanya dihadiri 150 undangan, sedangkan resepsi 3.000 undangan.
– Kaesang dan Erina akan melakukan kirab dengan kereta kuda lagi untuk membuka rangkaian resepsi pernikahan hari ini.
—
APA ITU PANGGIH?
Secara etimologis, panggih atau dhaup berarti bertemu. Dalam prosesi pernikahan adat Jawa, panggih merupakan puncak acara. Didahului siraman dan midodareni.
Rangkaian Ritual Panggih
Penyerahan Sanggan: Sanggan adalah sarana untuk menebus mempelai putri dari keluarganya. Terdiri dari dua sisir (setangkep) pisang raja matang pohon, sirih ayu, kembang telon (mawar, melati, kenanga) dan benang lawe.
Balangan Gantal: Lambang kasih sepasang mempelai dengan saling melemparkan (balang-balangan) gantal. Gantal adalah lintingan daun sirih yang di dalamnya berisi bunga pinang, kapur sirih, gambir, dan tembakau hitam.
Wijikan/Ranupada: Ranu berarti air, pada berarti kaki. Ranupada berarti membasuh kaki (wijik). Mempelai wanita membasuh kaki mempelai pria sebagai simbol bakti istri kepada suami. Wijikan juga dimaksudkan untuk menghalau sukreta atau halangan.
Kanten Asto: Berjalan menuju kursi pelaminan sambil bergandengan tangan dengan saling mengaitkan jari kelingking.
Tanem Jero: Ayah mempelai wanita mendudukkan kedua mempelai ke kursi pengantin dengan memegang dan menepuk-nepuk bahu mereka. Itu simbolisasi orang tua yang ”menanam” pasangan pengantin ke dalam kehidupan baru.
Tampa Kaya: Tampa kaya disebut juga kacar-kucur. Prosesi ini secara simbolis menunjukkan tanggung jawab suami sebagai pemberi nafkah dan istri sebagai pengelolanya. Mempelai pria secara hati-hati dan sedikit demi sedikit menuangkan kaya (campuran biji-bijian, kembang, dan uang logam) dari anyaman tikar pandan ke kain pembungkus di pangkuan mempelai wanita.
Dhahar Klimah: Ritual ini menggambarkan kerukunan suami istri yang akan mendatangkan kebahagiaan dalam keluarga. Mempelai pria membuat tiga kepalan nasi kecil dari sepiring nasi kuning, lalu meletakkannya di piring yang dipegang mempelai wanita, kemudian mempersilakan mempelai wanita memakannya.
Ngunjuk Rujak Degan: Kedua mempelai dan orang tua mempelai wanita minum rujak degan yang terbuat dari serutan kelapa muda dicampur gula merah. Maknanya adalah segala hal yang manis akan lebih baik jika dinikmati bersama keluarga.
Mapag Besan: Orang tua mempelai wanita menyambut orang tua mempelai pria yang datang ke pelaminan. Dalam tradisi Jawa, orang tua mempelai pria tidak diperkenankan hadir sebelum ritual ngunjuk rujak degan selesai.
Sungkeman: Kedua mempelai bersembah sujud kepada orang tua mereka dan mertua masing-masing. Ritual sungkeman menjadi simbol bakti anak kepada orang tua, permohonan maaf, dan permintaan restu.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Credit: Source link