JawaPos.com – Industri asuransi Indonesia tengah dilanda banyak permasalahan yang berpotensi menghancurkan kepercayaan masyarakat. Hal ini bisa meninbulkan dampak yang sangat besar karena kepercayaan masyarakat merupakan jantungnya industri asuransi.
“Seperti permasalahan gagal bayar yang terjadi di perusahaan asuransi besar seperti Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) harus segera diselesaikan untuk menyelamatkan industri asuransi,” ujar Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam.
Berbeda dengan Jiwasraya, AJBB adalah perusahaan swasta murni dengan bentuk badan hukum usaha bersama. Pemilik polis adalah pemilik AJBB sehingga ketika perusahaan mengalami kerugian seluruh pemilik polis harus menanggung kerugian tersebut.”Dalam hal ini pemilik polis tidak bisa berharap pemerintah menalangi (bail out) seluruh kerugian AJBB,” tuturnya.
Disisi lain, pemilik polis juga tidak bisa menyalahkan regulator karena berlarut-larutnya permasalahan di AJBB. Sebab, kunci penyelesaian permasalahan AJBB ada di pengelola AJBB. ”Regulator, dalam hal ini OJK, hanya bisa membantu dan memfasilitasi,” tegasnya.
Sejak 1997, saat permasalahan AJBB pertama kali muncul, regulator saat itu (Kementerian Keuangan) sudah berusaha memfasilitasi penyelesaian permasalahan di AJBB. Saat itu regulator meminta AJBB untuk menyusun program penyehatan jangka pendek dan menengah. Regulator juga sudah mengingatkan agar Badan Perwakilan Anggota (BPA) independen dan tidak melakukan intervensi dalam pengelolaan AJBB.
Setelah itu Regulator tidak pernah berhenti berupaya memfasilitasi penyelesaian permasalahan AJBB. Sejak 1997 hingga sekarang regulator setidaknya sudah tiga kali menghadapi opsi melikuidasi atau melanjutkan upaya penyehatan AJBB. Tiga kali pula regulator memilih untuk menyelamatkan AJBB.
“Permasalahan AJBB tidak pernah selesai tuntas karena pengelola AJBB (BPA, komisaris dan direksi) tidak pernah konsisten melaksanakan program-program yang mereka susun sendiri,” ungkapnya.
Belajar dari fakta bahwa gagalnya program penyehatan AJBB selama ini lebih disebabkan oleh intervensi BPA, regulator saat ini yakni OJK mencoba untuk lebih tegas dengan mengeluarkan empat kali perintah tertulis kepada AJBB yang isinya meminta BPA untuk lebih independen, tidak mencampuri pengelolaan AJBB, serta segera mengambil tindakan mengakui kerugian yang dialami AJBB.
“Surat perintah tertulis dari OJK menjadi awal “pembangkangan” BPA terhadap OJK. BPA kemudian tidak memberikan dukungan yang cukup terhadap upaya-upaya penyehatan keuangan AJBB. Akibatnya seluruh program penyelesaian AJBB gagal,” tuturnya.
Pembangkangan terbesar BPA adalah ketika OJK mengeluarkan perintah tertulis (yang keempat) melalui surat No. S-13/D.05/2020 tanggal 16 April 2020. Isi perintah tertulis tersebut adalah meminta AJBB untuk segera melaksanakan Sidang Luar Biasa BPA/RUA guna mengambil keputusan terkait kerugian yang dialami AJBB sebagaimana diatur dalam pasal 38 Anggaran Dasar AJBB.
Pembangkangan BPA diwujudkan dalam bentuk gugatan judicial review terhadap UU No.40 tahun 2014 yang kemudian berdampak kepada PP No.87 tahun 2019 yang mengatur tentang badan usaha milik bersama. Permohonan judicial review tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus menggugurkan PP No.87 tahun 2019. Selanjutnya ketentuan tentang usaha perasuransian berbentuk usaha bersama harus diatur lebih lanjut dengan UU sendiri.
Pasca keputusan MK terjadi kekosongan BPA di AJBB. Sesuai masa tugasnya kepengurusan Anggota BPA berakhir per 26 Desember 2020. Tetapi tidak bisa segera berganti karena tidak adanya payung hukum tentang bagaimana pergantian BPA dilakukan.
“Untuk mengatasi permasalahan kekosongan BPA ini OJK memfasilitasi pertemuan antara manajemen AJBB dengan perwakilan beberapa perkumpulan pempol, asosiasi agen, dan SP NIBA, pada 16 Maret 2021,” sebutnya.
Dalam pertemuan tersebut disepakati antara lain direksi akan mengajukan penetapan Panitia Pemilihan BPA melalui Pengadilan. Keputusan pengadilan terkait panitia pemilihan BPA ini akan dibacakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1 September 2021.
Menurut Piter, OJK selaku regulator sudah berupaya melaksanakan tugasnya untuk menyelamatkan AJBB secara maksimal.”Peran OJK memang hanya sebatas mengarahkan dan memfasilitasi. Sementara keberhasilan penyelesaian permasalahan di AJBB lebih ditentukan oleh BPA dan manajemen (komisaris dan direksi) AJBB,” jelasnya.
Credit: Source link