Pemerintah setempat berencana untuk menghabiskan 569 juta dolar Selandia Baru dalam program uji coba sebagai bagian dari perencanaan yang lebih besar mencakup subsidi bagi bisnis untuk mengurangi emisi, peralihan ke bus ramah lingkungan pada 2035, dan pengumpulan limbah makanan di tepi jalan untuk sebagian besar rumah tangga pada akhir dekade.
“Ini adalah hari penting dalam transisi kami ke masa depan rendah emisi. Kita semua telah melihat laporan terbaru tentang kenaikan permukaan laut dan dampaknya di Selandia Baru. Kita tidak bisa meninggalkan masalah perubahan iklim sampai semuanya terlambat untuk diperbaiki,” kata Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, dikutip dari Associated Press, Senin.
Baca juga: Toyota akan buat suku cadang mobil listrik di India
Rencana tersebut merupakan langkah menuju pemenuhan kesepakatan yang dibuat Selandia Baru berdasarkan Paris Agreement 2016 tentang perubahan iklim dan komitmen Selandia Baru untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada 2050.
Ardern, yang dijadwalkan untuk meluncurkan rencana tersebut tetapi dibatalkan setelah dinyatakan positif COVID-19 akhir pekan lalu, mengatakan bahwa setiap komunitas dan sektor memiliki peran untuk berkontribusi. Ia melanjutkan bahwa mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil akan membantu rumah tangga dari gejolak kenaikan harga.
Rencana tersebut juga menetapkan target untuk mengurangi total kilometer perjalanan mobil sebesar 20 persen selama 13 tahun ke depan dengan menawarkan pilihan transportasi yang lebih baik di kota-kota serta pilihan untuk pengendara sepeda dan pejalan kaki.
Program-program tersebut akan menggunakan dana tanggap darurat iklim (CERF) senilai 4,5 miliar dolar Selandia Baru. Pejabat mengatakan bahwa dari waktu ke waktu, uang yang dikumpulkan dari penghasil emisi rumah kaca utama akan mendukung keuangan program daripada uang yang dipungut dari pajak rumah tangga.
Menurut Associated Press, rencana tersebut masih terdapat beberapa detail yang kurang, termasuk rencana penggantian kendaraan berbahan bakar fosil yang menurut pemerintah Selandia Baru akan diselesaikan dalam beberapa bulan mendatang.
Sejumlah kritikus mengatakan upaya pemerintah dapat terus memberikan kemudahan bagi industri pertanian besar di negara itu, yang menciptakan sekitar setengah dari total emisi gas rumah kaca Selandia Baru tetapi juga penting bagi perekonomian sebagai penghasil ekspor terbesar negara.
“Beberapa kebijakan yang diumumkan, seperti sistem Car Allowance Rebate System, terbukti tidak masuk akal dan telah dicoba serta gagal di luar negeri,” kata pemimpin Partai ACT David Seymour. Menurutnya, konsumen harus dapat memilih bagaimana mereka mengurangi emisi melalui skema perdagangan emisi.
Baca juga: Leapmotor China hadirkan sedan listrik C01 seharga Rp392 juta
Baca juga: Tesla “recall” mobil karena masalah CPU terlalu panas
Baca juga: Mobil Vietnam Vinfast tunda IPO sampai tahun depan
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022
Credit: Source link