Soumeylou Boubeye Maiga (Foto: Washington Post)
Bamako, Jurnas.com – Perdana Menteri Mali Soumeylou Boubeye Maiga bersama jajaran menterinya mengundurkan diri pada Kamis (18/4) kemarin, menyusul kritik atas penanganan pemerintah terhadap meningkatnya kekerasan di pusat negara, dan pembantaian bulan lalu yang menewaskan 160 orang.
Pernyataan dari kantor Presiden Ibrahim Boubacar Keita menyebut pengunduran diri Maiga bersama para menterinya telah diterima, dua minggu setelah protes massa meletus akibat gelombang kekerasan.
Anggota parlemen dari partai yang berkuasa dan partai oposisi juga telah mengajukan mosi tidak percaya sebelumnya terhadap pemerintah, menyalahkan Maiga dan pemerintahannya karena gagal untuk mengatasi kerusuhan.
“Seorang perdana menteri akan segera disebutkan namanya dan pemerintah baru akan diberlakukan setelah berkonsultasi dengan semua kekuatan politik,” demikian bunyi pernyataan dari kantor Keita sebagaimana diwartakan AFP pada Jumat (19/4).
Presiden pada Selasa mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi bahwa ia telah “mendengar kemarahan”, tanpa secara eksplisit menyebut perdana menteri.
Pemerintah berada di bawah tekanan yang meningkat atas penanganan kekerasan di wilayah bergolak Mopti, dan khususnya pembantaian pada 23 Maret di mana 160 orang tewas di desa Ogossagou dekat perbatasan Burkina Faso.
Anggota kelompok etnis Dogon, komunitas berburu dan bertani dengan sejarah panjang ketegangan dengan orang-orang Fulani, dituduh berada di belakang pembunuhan massal.
Puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan di Bamako pada 5 April untuk memprotes meningkatnya kekerasan, menuduh pemerintah tidak berbuat cukup banyak untuk menghentikannya.
Protes itu dimotori oleh para pemimpin Muslim, organisasi yang mewakili komunitas penggembala Fulani, partai oposisi dan kelompok masyarakat sipil.
Mali telah berjuang untuk memulihkan stabilitas, sejak ekstrimis Islam yang terkait dengan Al-Qaeda mengambil kendali atas gurun pasir luas negara itu pada awal 2012.
Sementara para jihadis sebagian besar diusir dalam operasi militer yang dipimpin Prancis yang dimulai pada Januari 2013, daerah-daerah besar masih dalam cengkeraman pelanggaran hukum, meskipun ada perjanjian damai 2015 dengan beberapa kelompok bersenjata yang berusaha untuk secara definitif menyingkirkan ancaman Islam.
Sejak itu, gerilyawan telah bergeser dari utara ke pusat negara yang lebih padat penduduknya, di mana mereka telah mempertajam persaingan kuno dan konflik etnis yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
Serangan-serangan jihadis juga telah menyebar ke Burkina Faso, Chad dan Niger, memaksa puluhan ribu orang keluar dari rumah mereka.
TAGS : Pemimpin Mali Soumeylou Boubeye Maiga
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/51399/Pemimpin-hingga-Jajaran-Menteri-Mali-Mengundurkan-Diri/