YOGYA, KRJOGJA.com – Nilai- nilai keuangan dan finansial mempunyai peran yang paling penting untuk memicu terjadinya pertumbuhan ekonomi suatu negara, salah satunya dengan munculnya Fintech. Perkembangan industri Fintech di Indonesia pun berkembang pesat dan semakin dirasakan oleh para konsultan hukum di pasar modal dan keuangan.
PT Smartec Teknologi Indonesia adalah salah satu dari banyaknya Fintech yang ada dan telah berkembang di tanah air Indonesia dan mulai menapakkan kakinya pada dunia Fintech dalam sektor peer to peer lending (P2P) sejak Oktober 2019 silam. PT Smartec Teknologi Indonesia telah terdaftar sebagai aplikasi BantuSaku berbasis pinjaman online dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan pada 30 Oktober 2019 dengan nomor registrasi S-610/NB.213/2019.
Berdirinya suatu badan perusahaan, tidak dapat terlepas dari adanya aspek-aspek legal yang melandasinya, begitupun juga pada sebuah perusahaan Fintech. Terdapat banyak sekali aspek-aspek legal yang harus diterapkan agar dapat menjadi sebuah acuan terikat dalam berdirinya sebuah perusahaan Fintech.
PT Smartec Teknologi Indonesia dengan nama platform BantuSaku melangsungkan rangkaian BantuSaku Webinar Series Talk Vol 4 dengan mengangkat tema ‘Aspek-aspek Legal Peer to Peer Lending’ sebagai pembahasannya, Selasa (15/12/2020).
Pemaparan Webinar Series Talk Vol 4 ini menghadirkan tiga narasumber yaitu Roy Prakoso selaku Komisaris PT Smartec Teknologi Indonesia, Entjik S Djafar selaku Ketua Bidang Edukasi Literasi dan Riset AFPI, serta pelaku UMKM ‘Usaha Rumah Akrilik’ Kota Yogyakarta Fathurrozaq.
Webinar ini menjadi rangkaian penutup dari webinar series yang diadakan oleh BantuSaku pada tahun ini dan akan diikuti kembali oleh webinar-webinar selanjutnya di tahun baru yang akan mendatang. Webinar ini mendapatkan antusiasme yang cukup ramai dari kalangan mahasiswa Kota Yogyakarta dan para pelaku UMKM dengan jumlah audiens lebih dari 50 orang.
Webinar ini dibuka dengan pemaparan dari Wntjik S Djafar yang menyampaikan paparan mengenai aspek-aspek peer to peer lending yang harus diterapkan pada Fintech. Sementara risiko hukumnya, setiap fintech harus memiliki sertifikasi Desk Collector and 3rd Party Vendor.
“Untuk risiko operasional tentunya setiap platform seperti BantuSaku wajib memiliki Sertifikasi ISO 27001 dan full scope. Kamanan informasi harus dimiliki dan semua itu sebenarnya sudah dilakukan untuk mitigasi resiko pada fintechnya,” paparnya.
Sementara Fathurrozaq selaku perwakilan pelaku UMKM menyampaikan, adanya Fintech P2P ini tentunya bisa membuat solusi buat UKM dalam hal akses permodalan dengan layanan yang sangat mudah. Hanya dalam genggaman saja, para UMKM ini harusnya bisa lebih memanfaatkan dengan adanya Fintech.
“Kemudahan dalam mengakses permodalan yang disediakan oleh Fintech dapat menjadi solusi dan maanfaat yang baik bagi para pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya, dibanding dengan harus mengajukan melalui keuangan konvensional seperti Bank yang akan memakan proses waktu yang lebih Panjang,” terangnya.
Sedangkan Roy Prakoso selaku Komisaris PT Smartec Teknologi Indonesia yang menjelaskan aturan di perusahaan semuanya lengkap. Jadi semua lengkap pasal-pasal perjanjiannya.
“Bahkan di BantuSaku sendiri, kami punya unit khusus untuk handling komplain, penanganan komplain, masalah dan kita juga punya akses WhatsApp tapi khususnya di jam kerja untuk perihal masalah komplain,” tuturnya.
Roy Prakoso meyakini hingga saat ini BantuSaku selalu menerapkan Aspek-aspek legal peer to peer lending yang telah ditetapkan oleh undang-undang yang mendasarinya. (*)
Credit: Source link