JawaPos.com – Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan okupansi hotel selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) tembus 100 persen. Bahkan, hampir mencapai 90 persen dibandingkan dengan okupansi pada tahun 2019 atau sebelum pandemi Covid-19.
“Selama tahun baru bagus okupansinya, mayoritas daerah tujuan wisata 100 persen kemarin. Dilihat perkembangannya di tahun 2022 akhir kemarin, boleh dibilang sudah mendekati (okupansi) pada tahun 2019 (sebelum pandemi Covid-19). Terutama dihitung 5 hari dari Natal sampai Tahun Baru itu hampir 90 persen,” kata Hariyadi ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (3/1).
Ia tidak menyebut secara detail daerah mana saja yang okupansi hotelnya tembus 100 persen. Hariyadi hanya mengatakan hampir semua daerah tujuan wisata dipadati oleh wisatawan dan menginap di hotel.
Sementara itu, soal okupansi yang belum maksimal, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ini juga mengatakan, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh hotel-hotel di sejumlah daerah.
“Kenapa enggak maksimal? Karena beberapa daerah masih ada kendala-kendala, misal dari sisi aksesebilitasnya, tapi kita harapkan tahun depan sudah pulih,” imbuhnya.
Kendati demikian, PHRI memproyeksi, dicabutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bisa mendorong dan mempercepat pemulihan ekonomi di sektor pariwisata. “Mudah-mudahan di semester 2 akan terjadi kondisi yang sama dengan tahun 2019 dan mungkin bisa jadi lebih tinggi tergantung nanti faktor dari transportasi,” harapnya.
Dalam hal ini, kata Hariyadi, asalkan tiket pesawat bisa lebih kompetitif. “Karena pengalaman kita di 2019 waktu pada saat harga tiket mahal itu menahan laju pertumbuhan pergerakan wisatawan nusantaranya,” tambahnya.
Sementara itu, Hariyadi mengakui tarif hotel selama Nataru mengalami peningkatan. Hal itu terjadi karena musiman sejalan dengan permintaan yang meningkat hingga 70 persen.
Namun, ia meyakini tarif hotel akan kembali normal seiring rendahnya permintaan dari para wisatawan. Sebab, peningkatan permintaan biasanya hanya terjadi pada kuartal III dan IV, sementara kuartal I dan II akan rendah.
“Kalau demand-nya masih slow biasanya kuartal I itu memang agak slow. Apalagi ini kan bulan Maret itu kan bulan puasa, itu ada pengaruh di situ. Nah nanti di Aprilnya, kuartal I itu rendah. Kuartal II agak mendingan dan kuartal III dan IV itu baru naik,” tandasnya.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Credit: Source link